tag:blogger.com,1999:blog-50341185528824456102023-11-15T23:26:33.974-08:00Manhaj Salafush-ShalihKafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.comBlogger145125tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-9734185448558531182015-12-16T15:55:00.001-08:002015-12-16T15:55:38.362-08:00Sikap Makmum Terhadap Imam Berqunut<span><span style="font-family: inherit;"><i><span style="font-size: x-large;">Qunut shubuh termasuk perkara khilafiyyah, dan yang rajih
bahwasanya amalan ini tidak disyariatkan</span></i></span> karena tidak memiliki dalil
yang shahih. Namun apabila imam berqunut shubuh maka hendaklah makmum
mengikutinya, mengangkat kedua tangan dan mengamininya, karena
Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda:</span><br />
<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">
إنما جعل الإمام ليؤتم به</div>
<div class="arab" style="text-align: right;">
<br />
<em></em></div>
<span><em>“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.”</em></span> (HR.Al-Bukhari dan Muslim).<br />
<span>Beliau <em>shallallhu ‘alaihi wa sallam</em> juga bersabda:</span><br />
<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">
يصلون لكم فإن أصابوا فلكم وإن أخطؤوا فلكم وعليهم</div>
<div class="arab" style="text-align: right;">
<br />
<em></em></div>
<span><em>“Mereka (imam-imam) tersebut sholat untuk kalian, kalau
mereka benar maka kalian mendapat pahala, dan kalau mereka bersalah maka
kalian mendapat pahala dan mereka menanggung kesalahannya.”</em></span> (HR. Al-Bukhary)<br />
<br />
<span>Imam Abu Dawud menyebutkan sebuah atsar dimana ‘Utsman <em>radhiyallahu ‘anhu</em> sholat di Mina 4 rakaat dengan ijtihad beliau, maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku sholat bersama Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> (di Mina) 2 rakaat, dan bersama Abu Bakar 2 rakaat, dan bersama Umar 2 rakaat ” yaitu dengan mengqashar sholat 4 rakaat.</span><br />
<span>Akan tetapi ketika beliau sholat di belakang ‘Utsman beliau
sholat 4 rakaat, maka beliau ditanya, kenapa melakukan demikian? Maka
beliau menjawab: Perbedaan itu jelek.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di
dalam Sunannya 1/602 no: 1960)</span><br />
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah <em>rahimahullah</em> berkata:<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">
وكذلك إذا اقتدى المأموم بمن
يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه سواء قنت قبل الركوغ أو بعده وإن كان لا
يقنت لم يقنت معه ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لا يستحبونه
فتركه لأجل الاتفاق والائتلاف : كان قد أحسن</div>
<div class="arab" style="text-align: right;">
<br /></div>
<span>“Dan demikian pula jika makmum di belakang imam yang berqunut
shubuh atau witir maka dia juga berqunut, sama saja apakah qunutnya
sebelum ruku’ atau setelahnya, kalau imam tidak berqunut maka makmum
juga tidak berqunut, dan seandainya imam berpendapat mustahabnya sebuah
amalan, dan makmum tidak berpendapat demikian maka jika imam
meninggalkan amalan tersebut untuk mewujudkan kesepakatan dan kerukunan
sungguh dia telah berbuat baik.” (<em>Majmu Al-Fatawa</em> 22/267-268).<br />
</span><br />
<span>Beliau juga berkata:</span><br />
<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">
ولهذا ينبغى للمأموم أن يتبع إمامه فيما يسوغ فيه الاجتهاد فاذا قنت قنت معه وإن ترك القنوت لم يقنت</div>
<div class="arab" style="text-align: left;">
“Oleh karena itu seyogyanya
bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam perkara yang boleh di
dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut, kalau imam
meninggalkan qunut maka dia tidak qunut.” (<em>Majmu Al-Fatawa</em> 23/115)</div>
<span>Syeikh Al-Utsaimin<em> rahimahullah</em> juga pernah ditanya permasalahan ini maka beliau mengatakan:</span><br />
<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">
ثم إذا كان الإنسان مأموماً هل يتابع هذا الإمام فيرفع يديه ويؤمن معه، أم يرسل يديه على جنبيه؟<br />
والجواب على ذلك أن نقول: بل يؤمن على دعاء الإمام ويرفع يديه تبعاً للإمام
خوفاً من المخالفة. وقد نص الإمام أحمد – رحمه الله – على أن الرجل إذا
ائتم برجل يقنت في صلاة الفجر، فإنه يتابعه ويؤمن على دعائه، مع أن الإمام
أحمد – رحمه الله – لا يرى مشروعية القنوت في صلاة الفجر في المشهور عنه،
لكنه – رحمه الله – رخص في ذلك؛ أي في متابعة الإمام الذي يقنت في صلاة
الفجر خوفاً من الخلاف الذي قد يحدث معه اختلاف القلوب</div>
<div class="arab" style="text-align: right;">
<br /></div>
<span>“Kemudian apabila seseorang menjadi makmum apakah mengikuti
imam dan mengangkat tangan serta mengamini atau melepas kedua tangannya
ke samping? Jawabannya kita katakan: Hendaknya makmum mengamini doa imam
dan mengangkat tangan untuk mengikuti imam, karena ditakutkan (kalau
tidak mengikuti ) ini termasuk penyelisihan terhadap imam. Imam Ahmad <em>rahimahullahu</em>
telah menegaskan bahwa seseorang jika bermakmum kepada seseorang yang
melakukan qunut shubuh maka hendaklah mengikutinya dan mengamini doanya,
padahal Imam Ahmad<em> rahimahullah</em> dikenal termasuk orang yang
berpendapat tidak disyariatkannya qunut ketika sholat shubuh, akan
tetapi beliau memberi keringanan dalam hal ini, yaitu dalam masalah
mengikuti imam yang berqunut shubuh karena takut perselisihan yang
akhirnya terjadi perselihan diantara hati.” (<em>Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin</em> 14/133)</span><br />
<span><br />
</span><br />
<span>Wallahu a’lam.</span><br />
Ustadz Abdullah Roy, Lc.<br />
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.coKafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-83504618435674737372015-08-20T19:33:00.000-07:002015-08-20T19:37:08.439-07:00Mengqadha Shalat Sunah Rawatib<span style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><i><span style="font-size: large;">Bolehkah kita mengqadha shalat sunah rawatib jika suatu saat kita meninggalkannya?</span></i></span><br />
<span style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><i><span style="font-size: large;"><br /></span></i></span>
<span style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><i><span style="font-size: large;">Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rohimahullah- berkata:</span></i></span><br />
<br />
Barangsiapa terlewat sebagian dari sholat rawatib, maka disunahkan baginya untuk mengqadhanya, <b>dengan syarat hal itu disebabkan karena ‘udzur</b>.<br />
<br />
Dalilnya adalah<span id="more-469"></span> hadits yang telah sah dari Abu Hurairah dan Abu Qatadah tentang kisah tidurnya Nabi -<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam- </i>dan para sahabat beliau ketika mereka dalam perjalanan sehingga tertinggal waktu shalat fajar (subuh). Dimana Nabi -<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam- </i>melakukan shalat rawatib fajar (qabliyah subuh) terlebih dahulu, kemudian baru mengerjakan shalat wajibnya. [1]<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Demikian juga hadits Ummu Salamah, bahwa Nabi -<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam- </i>pernah tersibukkan dari dua raka’at setelah shalat zhuhur. Lalu beliau mengqadhanya setelah shalat ashar. [2]<br />
Dan ini adalah nash dalam masalah qadha shalat rawatib.<br />
Demikian juga [termasuk dalil untuk hal ini], keumuman sabda Nabi -<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam- </i><br />
<br />
<div style="text-align: right;">
من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها</div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
“Barangsiapa ketiduran sehingga ketinggalan shalat, atau lupa
terhadap suatu shalat, maka hendaknya dia shalat ketika mengingatnya.”
[3]<br />
Dan ini mencakup shalat wajib dan shalat nafilah (sunah). Akan tetapi
ini [disyariatkan] jika dia meninggalkannya karena suatu ‘udzur,
seperti lupa atau ketiduran atau tersibukkan dengan sesuatu yang lebih
penting.<br />
<br />
<b>Adapun jika dia meninggalkannya secara sengaja sehingga terlewat waktunya, maka dia tidak mengqadhanya</b>.
Jika dia tetap mengqadhanya, maka tidak sah sebagai shalat rawatib. Hal
itu karena shalat rawatib adalah ibadah yang tertentu waktunya.
Sedangkan ibadah-ibadah yang tertentu waktunya, jika seseorang
menyengaja mengeluarkannya dari waktunya maka tidak akan diterima ibadah
itu darinya.<br />
Dalilnya adalah sabda Nabi -<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam- </i><br />
<br />
<div style="text-align: right;">
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد</div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah kami padanya, maka tertolak.” [4]<br />
<br />
Dan ibadah yang tertentu waktunya jika engkau akhirkan dari waktunya
secara sengaja berarti engkau telah melakukan suatu amalan yang tidak
ada perintah Allah dan Rasul-Nya -<i>shallallahu ‘alaih wa sallam- </i>sehingga ibadah itu tidak diterima. Karena perintah Allah dan Rasul-Nya -<i>shallallahu ‘alaih wa sallam- </i>adalah engkau melakukan shalat itu pada waktunya.<br />
<br />
[Selesai nukilan perkataan beliau -<i>rahimahullah- </i>dari asy-Syarhul<br />
Mumti' 4/72-73]<br />
<br />
<i><b>Catatan kaki:</b></i><br />
[1] Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab al-Masajid, bab Qadha ash-Shalat al-Faitah was Tihbab Ta’jil Qadha-iha (681) (311)<br />
[2] Dikeluarkan oleh al-Bukhari, kitab as-Sahwi, bab Idza Kullima wa
Huwa Yushalli fa Asyara bi Yadihi, wastama’a (1233), dan Muslim, kitab
Shalatul Musafirin, bab Ma’rifatir Rak’atain allataini Kana Yushallihan
Nabiy -shallallahu ‘alaihi wa sallam- Ba’dal Ashr, (834) (297)<br />
[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, kitab Mawaqitush Shalat, bab Man
Nasiya Shalatan fal Yushalliha Idza Dzakaraha, (597), dan Muslim, kitab
al-Masajid, bab Qadhaus Shalat al-Faitah, (684) dari hadits Anas bin
Malik.<br />
[4] Dikeluarkan oleh Muslim, kitab al-Aqdhiyah, bab Naqdhil Ahkam al-Bathilah (1718) (18)Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-33116798513665223342013-12-24T11:17:00.000-08:002013-12-24T11:17:10.309-08:00Tahukah Kalian Tentang Negara Islam…???<a href="http://assunnahsurabaya.files.wordpress.com/2008/10/images2.jpeg?w=595" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://assunnahsurabaya.files.wordpress.com/2008/10/images2.jpeg?w=595" title=" " /></a>Dalam memahami makna Darul Islam (negara Islam) terjadi perselisihan
di kalangan kelompok-kelompok yang ada sekarang. Maka kita memandang
perlu kiranya kita membawakan makna negara Islam yang benar dalam
kesempatan ini.<br />
“Para ahli fiqih berselisih dalam kaitan hukum terhadap negara Islam yang mungkin dibawakan secara umum menjadi dua pendapat:<br />
<em>Pendapat pertama: </em>Patokan untuk menghukum sebuah negara adalah dengan realitas hukum yang berlaku di negeri itu.<br />
<em>Kedua: </em>Patokan hukum terhadap sebuah negara adalah dipandang dari sisi keamanan. Keterangan dua pendapat ini sebagai berikut:<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<span id="more-272"></span><br />
<strong><em> </em></strong><br />
<strong><em>Pendapat pertama: </em></strong><br />
<br />
Jumhur ahli fiqih berpendapat bahwa patokan hukum terhadap sebuah
negara apakah dia negara Islam atau negara kufur adalah dengan realitas
hukum-hukum yang berlaku di negara itu. Dalam kitab Al Iqna’ (dan
syarhnya 3/43) didefenisikan tentang Darul Harb (negara kafir yang
diperangi) adalah: “Bila hukum kafir yang lebih dominan disitu”. Al
Kisani (dalam Bada’i'ush Shanai’ 7/ 130) berkata: ” Tidak ada
perselisiahan di kalangan para sahabat kami bahwa negara kufur akan
menjadi negara Islam dengan realitas hukum-hukum Islam yang berlaku
padanya”. Ibnul Qayyim (dalam Ahkamu Ahlidz Dzimmah 1/366) berkata:
“Negara Islam adalah tempat yang ditempati kaum muslimin dan berlaku
hukum Islam padanya. Dan kalau tidak berlaku hukum Islam padanya,
bukanlah sebagai negara Islam walau berdekatan dengan negara Islam.”<br />
Dan inilah pendapat jumhur ulama (Fatawa Hindiyyah 2/232, Ahkam Ahlidz Dzimmah 1/ 366). Walau mereka berselisih dalam tafsir <em>“hukum-hukum yang berlaku di negara tersebut” , </em>apakah
sisi tindakan pemerintahnya atau rakyatnya, yakni syi’ar-syi’ar yang
dhahir seperti shalat dan yang sejenisnya. Ini menurut dua sisi dari
mereka dalam defenisinya:<br />
<br />
<em>Sisi pertama: </em>yang dimaksud dengan berlakunya hukum-hukum tersebut adalah dari tindak tanduk pemerintahdalam kekuasaan politik<strong>, </strong><br />
<strong><em>jika kekuasaan politik dipegang oleh kaum muslimin, maka negara itu disebut dengan Darul Islam. Kalau tidak, maka sebaliknya. </em></strong>Dan
ini yang dipegangi oleh orang-orang Hanafi (Fatawa Hindiyyah 2/232).
As Sarkhasi berkata: “Yang menjadi patokan penilaian terhadap sebuah
negara adalah penguasa dan kekuatan untuk merealisasikan hukum-hukum
negara.” (Syarhus Siyar 5/1073) Ibnu Hazm menerangkan alasan ucapan ini
dengan: “Karena sebuah negara disandarkan kepada yang menang, yang
menjadi penguasa dan yang menjadi rajanya.” (Al Muhalla 11/200,2198)<br />
Dan dengan inilah seluruh ulama yang hidup sekarang memberi fatwa, di
antaranya: Syaikh Muhammad bin Ibrahim (Al Fatawa 6/ 166) , Syaikh
Abdurrahman As Sa’di (Fatawa As Sa’diyyah hal.98) dan Syaikh Muhammad
Rasyid Ridha (Fatawa Muhammad Rasyid Ridha 5/1918). Dan konsekwensi
pendapat ini adalah:<br />
<strong><em>mungkin negara itu adalah negara Islam walau semua
penduduknya orang kafir selama penguasanya masih orang Islam dan
menghukum dengan hukum Islam.</em></strong><br />
<br />
<em> </em><br />
<em> </em><br />
<em>Sisi kedua: </em><br />
Yang dilihat adalah patokan hukum terhadap negara adalah amalan penduduknya -syi’ar-syi’ar yang tampak disitu- <em>maka
jika hukum-hukum Islam seperti shalat tampak dengan jelas, maka negara
itu disebut dengan negara Islam, kalau tidak, maka disebut dengan negara
kafir. </em>Dengan ini sebagian orang mazhab Hanafi menafsirkan hukum dengan ucapannya: <em>Darul
harb (negara chaff yang harus dioperangi) akan menjadi negara Islam
dengan berlakunya hukum kaum muslimin disitu, seperti mendirikan shalat
Jum’at dan Ied-ied, walau orang kafir asli ada disitu. ” </em>(Ad
Duraarul Hikam 1/259) Sebagian para ahli fiqih berkata:” Darul Islam
adalah yang tampak padanya dua kalimat syahadat dan shalat serta tidak
tampak padanya bagian kekafiran… kecuali dengan perlindungan atau Ahli
dzimmah dan keamanan dari kaum muslimin. Dan darul harb adalah yang
kekuasaannya dipegang oleh orang kafir dan kaum muslimin tidak
mendapatkan perlindungan.” (Uyunul Azhar hal.228)<br />
<br />
Dan yang tampak dari ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah sesuai dengan pendapat ini yang mana beliau berkata: <strong><em>“Keadaan
negara itu disebut dengan negara kufur, iman atau negara orang-orang
fasiq bukanlah suatu sifat yang tetap melekat padanya. Tapi itu hanya
sifat yang mendatang tergantung penduduknya. Maka setiap negara yang
dihuni oleh kaum mukminin yang bertaqwa adalah negara para wali Allah
pada waktu itu. Dan setiap negara yang dihuni oleh orang-orang kafir,
maka dia adalah negeri kafir pada waktu itu. Dan setiap negeri yang
dihuni oleh orang-orang fasiq, maka dia adalah negara orang fasiq pada
waktu itu. Kalau penghuninya selain dari yang kita sebutkan tadi dengan
berubah kepada yang lain, maka itu negeri mereka’</em></strong><em>(Majmu’ </em>Fatawa 18/282)<br />
<br />
<em> </em><br />
<em>Pendapat kedua:</em><br />
<br />
<em> </em>sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa kaitan
hukum terhadap sebuah negara adalah faktor keamanan. Jika kaum muslimin
aman di sebuah negeri, maka negeri itu adalah negeri Islam. Kalau tidak
aman, maka negeri itu adalah negeri kafir. As Sarkhasi berkata: <strong><em>“Sesungguhnya
negara Islam adalah nama untuk sebuah tempat yang berada di bawah
kekuasaan kaum muslimin, tandanya adalah dengan amannya kaum muslimin.”</em></strong>Syarhus<strong><em> </em></strong>Siyar 3/81)<br />
<strong>Kesimpulan:</strong><br />
<br />
Pendapat yang kuat-wallahu a’lam- adalah: ” Sesungguhnya patokan
penilaian syari’at Islam terhadap sebuah negara adalah realitas hukum
yang berlaku di negara itu, karena hukum-hukum itulah yang membedakan
antara negeri Islam atau kafir. Islam dan kekufuran masing-masingnya
mempunyai cabang, yang masingmasing cabang itu mempunyai hukum
tersendiri, maka apabila berkumpul dalam sebuah negeri kadar tertentu
dari cabangcabang Islam dan hukum-hukumnya, maka negeri itu adalah
negeri Islam. Dan kalau tidak, maka tidak. Adapun kemanan, itu adalah
faktor yang bersifat mendatang sebagai hasil dari hukum yang berlaku,
maka dia adalah sifat yang tidak mempengaruhi penilaian terhadap sebuah
negara (yakni penilaian apakah negara islam atau tidak).<br />
<br />
Hukum-hukum ini adalah kumpulan dari kondisi rakyat dan penguasa,
maka tidak boleh dihukumi sebuah negara sebagai negara Islam atau negara
kufur kecuali setelah melihat dua faktor (kondisi rakyat dan pengausa)
ini. Bersamaan dengan itu juga mengikut sertakan kaidah-kaidah sebagai
berikut:<br />
a.Ketika dikatakan bahwa patokan penilaian terhadap sebuah negara
(apaakah negara Islam atau negara kufur) adalah realitas hukum Islam
yang berlaku, maka bukannya yang dimaksudkan disini iaalah penerapan
seluruh hukum Islam tersebut. Karena ini adalah hal yang jarang terjadi
dalam sejarah kaum muslimin kecuali di masa Nabi dan para khulafa’ur
rasyidin (khalifah-khalifah yang terbimbing). Kemudian secara perlahan
hukum itu gugur satu demi satu. Maka tidak ada di suatu negeri atau masa
kecuali hukum Islam selalu ada yang gugur.<br />
<br />
b.Hukum-hukum yang menjadi patokan penilaian terhadap sebuah negara
(apakah dia negaraa islam atau tidak) berbedabeda tingkatannya. yang
paling agung di antaara hukum yang dijadikan penilaian itu adalah
shalat. dan memang shalat patokan yang paling agung dalam menilai
kondisi penguasa, khususnya dalam menilai sebuah negara.<br />
<br />
<strong><span style="text-decoration: underline;">Ini dinyaatakan dalam beberaapa hadits:</span></strong><br />
<br />
a. Dari Abu Umamah Al Bahili bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ” Akan lepas tali Islam seutas demi seutas, maka setiap
kali terlepas seutas, diikuti oleh manusia. Dan yang pertama kali
terlepas adalah hukum dan yang terakhir sekali adalah shalat.” (HR Ahmad
5251)<br />
b.Hadits-hadits yang menyebutkan kebolehan untuk memberontak kepada
para pengauasa adalah karena mereka meninggalkan shalat, karena dia
(shalat) adalah batas akhir yang menyatakan seseorang itu sebagai
muslim.<br />
Dan juga bila tidak ada didengar suara adzan atau tidak didapati
mesjid, maka itu menjadi tanda bahwa negeri itu adalah negeri kufur. Dan
bila didengar adzan dan ditemui mesjid dan menjadi lambang negeri itu,
maka negeri itu adalah negeri Islam.<br />
<br />
<strong><span style="text-decoration: underline;">Ini dikuatkan dengan beberapa hadits:</span></strong><br />
<br />
<em> </em><br />
<em>Pertama: </em>Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah biasa
menyerang musuh di waktu fajar akan terbit sambil mendengarkan dengan
seksama suara adzan. Bila beliau mendengar adzan, beliau tidak
menyerangnya dan bila tidak mendengarnya beliau menyerangnya.” (HR
Muslim 1/288)<br />
Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan
bahwa suara adzan bisa menahan serangan kepada para penduduknya, karena
itu tanda kelslaman mereka.” (Syarh Muslim 4/84)<br />
<em> </em><br />
<em>Kedua: </em>Dari Isham Al Muzani, ia berkata: Rasulullah bila
mengirim pasukan mengatakan: Bila kalian melihat mesjid atau mendengar
adzan jangan membunuh seorangpun.” (HRAbu Daud no.2635 dan Turmudzi no.
1549 Hadits ini di dha’ifkan Syaikh Al albani dalam dha’if sunan Abu
Daud no.565)<br />
Imam Syaukani berkata: “Dalam hadits ini ada dalil….dibolehkannya
berhukum dengan tanda dengan alasan bahwa nabi menyuruh untuk tidak
menyerang hanya karena mendengar suara adzan.” (Nailul Authar 7/278)<br />
Dan beliau berkata lagi: “Dalam hadits ini mengandung perintah untuk
mengambil yang paling selamat dalam masalah darah, karena beliau menahan
mereka untuk menyerang ha dalam keadaan itu walau sebenarnya mungkin
saja mereka tidak demikian.” (Nailul Authar 7/278)<br />
Dan beliau berkata juga: “Dan dalam hadits ini ada dalil bahwa semata
mendapati mesjid dalam sebuah negeri bisa dijadikan alasan untuk
membatalkan penyerangan. Dan bisa menjadi tanda kelslaman penduduknya
walau tidak ada didengar adzan disitu.<br />
Karena Nabi memerintahkan pasukannya untuk menahan diri dengan sebab
dua hal: adanya mesjid dan suara adzan.” (Nailul Authar 7/278)<br />
<br />
<strong><span style="text-decoration: underline;">Disini ada dua titik perhatian:</span></strong><br />
<br />
<em>pertama: </em>Berdalil dengan dua hadits ini bisa saja dibantah
dengan: Tujuan hadits ini hanya untuk menerangkan tentang larangan
menyerang sebuah negeri, bukan menerangkan tentang sifat negeri itu. <em>Maka jawabannya: </em>Hukum
yang yang membuat negeri itu dilarang untuk diserang, adalah karena
sifat negeri itu sendiri. Karena hukum yang membolehkan untuk menyerang
penduduk negeri itu adalah karena negerinya negeri kufur. Imam Syafi’i
berkata: “Hukum terhadap sebuah negeri adalah unsur yang membuat dia
tidak boleh diserang.” (Ar Risalah hal. 300)<br />
<br />
<em> </em><br />
<em>Kedua: </em>Ini juga bisa dibantah dengan Banyak negeri kufur yang ada mesjid disitu dan didengar adzan. <em>Jawaban untuk itu adalah: </em>Yang
dimaksudkan adalah kalau mesjid dan adzan menjadi lambang negara itu.
Rasulullah melarang untuk menyerang karena mendengar suara adzan adalah
berdasarkan karena beliau bergaul dengan kampung-kampung arab yang
semata mendengar suara adzan sudah cukup untuk menjadi tanda bahwa
penduduknya Islam, karena kecilnya kampung dan sedikitnya penduduk.
Maka berarti masalah ini adalah masalah yang nisbi, kadang-kadang satu
mesjid menjadi lambang kelslaman penduduknya. Dan kadang-kadang sepuluh
mesjid tidak menjadi lambang kelslaman penduduknya.<br />
Misal yang memperjelas adalah:<br />
Prancis, disana dibangun mesjid, akan tetapi bukan sebagai lambang negara, maka negara itu adalah negara kufur.<br />
Kaum muslimin di Maroko menegakkan syi’ar-syi’ar Islam dan menjadi lambang negaranya, maka negara itu adalah negara Islam.<br />
<br />
<strong><em>Dengan ini menjadi jelas bahwa darul Islam adalah negeri
yang hukum-hukum Islam direalisasikan disitu, khususnya shalat. Dan
darul Kufr adalah: negeri yang disitu tidak diterapkan padanya lepas
hukum-hukum Islam, khususnya shalat</em></strong><br />
<br />
Dan bukan yang dimaksudkan dengan mendirikan shalat adalah hanya
dilakukan segelintir orang, tetapi menjadi amalan penguasa., Nabi
berkata: <em>“Tidak boleh memerangi mereka (para pemimpjin), selama mereka masih mendirikan shalat bersama kalian” </em>dan ” <em>Tidak, selama mereka masih shalat.” </em>Ini
adalah lafaz-lafaz yang walau dalam masalah khawarij, tapi ada hubungan
antara masalah ini dengan masalah sifat negara. Yang mana adanya shalat
dalam dua keadaan ini menyebabkan negara itu tidak boleh diserang.” (Al
Ghuluw fid Diin, Abdurrahman bin Mu’allah Al Luwaihiq hal.330-335) <strong>Wallahu A’lam.</strong>Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-50129560916337329532013-09-06T00:22:00.000-07:002013-09-06T00:22:13.602-07:00Akherat Sebagai Tujuan Utama<br /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][1]"> </span><span data-ft="{"tn":"K"}" data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2]"><span class="UFICommentBody" data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0]"><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[0]"><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[0].[0]"><i><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: x-large;">Perhatikanlah
hadits berikut ini yang semoga memberikan manfaat dalam hidup dan
kehidupan kita didunia ini </span></span></i>agar diantara kita jangan sampai terbuai atau
terlena dengan kegemerlapan dunia ini sehingga diantara kita lupa akan
akhirat.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[0].[1]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[0].[2]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[0].[3]">Nabi صلى الله عليه</span></span><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3]"><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0]"><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[0]"> وسلم bersabda:</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[1]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[2]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[3]">"Barangsiapa
yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya, maka ALLAH akan
memberikan kekayaan pada hatinya dan ALLAH akan memudahkan segala
urusannya didunia serta dunia akan mendatanginya dalam keadaan tunduk
dan hina.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[4]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[5]">Dan
barangsiapa yang menjadikan dunia menjadi tujuan utamanya, maka ALLAH
akan jadikannya kemiskinan/kefakiran terpampang dimatanya, dan ALLAH
akan jadikan segala urusannya berantakan, dan ia tidak akan mendapatkan
dunia kecuali apa-apa yang sudah dituliskan baginya". (Silsilah
shohihah: 949)</span></span></span></span></span><br />
<a name='more'></a><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[7]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[8]">Saudaraku.. </span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[9]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[10]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[11]">perhatikanlah
dan camkanlah hadits diatas tersebut tentang besarnya keutamaan
menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya serta kerugian yang sangat
besar bagi seseorang yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[12]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[13]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[14]">Saudaraku...</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[15]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[16]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[17]">Islam
agama yang mulia ini sama sekali tidak melarang seseorang untuk memliki
kekayaan yang melimpah didunia ini, tetapi ingat! agama kita yang mulia
ini menasehati kepada kita agar jangan sampai tertipu dengan dunia
sehingga kita melalaikan akhirat.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[18]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[19]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[20]">Dan hendaklah dari setiap kekayaan yang kita miliki kita gunakan untuk mencari ridha ALLAH subhaanahu wa ta'ala.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[21]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[22]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[23]">Semoga memberikan manfaat untuk kita semua.</span><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[24]" /><br data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[25]" /><span data-reactid=".r[4dpvm].[1][4][1]{comment728549857171256_2668503}.[0].{right}.[0].{left}.[0].[0].[0][2].[0].[3].[0].[26]"> Ditulis oleh Ustadz Ahmad Ferry Nasution حفظه الله تعالى</span>Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-9335202326834745042013-07-08T12:06:00.003-07:002015-08-20T19:29:29.958-07:00Janganlah Buat Puasamu Sia-Sia<br />
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>yang jujur lagi membawa berita yang benar,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga</i>.” (HR. Ath Thobroniy dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Al Kabir</i> dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Shohih At Targib wa At Tarhib</i> no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shohih ligoirihi</i> -yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya-)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span id="more-337" style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Apa di balik ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Saudaraku, agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia -semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">1. Jauhilah Perkataan Dusta (<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">az zuur</i>)</b></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dari Abu Hurairah, Rasulullah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Barangsiapa yang tidak meninggalkan <b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">perkataan dusta</b> malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.</i>” (HR. Bukhari no. 1903)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Apa yang dimaksud dengan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">az zuur</i>? As Suyuthi mengatakan bahwa <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">az zuur</i> adalah berkata dusta dan menfitnah (<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">buhtan</i>). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang. (<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Syarh Sunan Ibnu Majah, </i>1/121, Maktabah Syamilah)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">2. Jauhilah Perkataan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">lagwu</i> (sia-sia) dan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">rofats </i>(kata-kata porno)</b></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">lagwu</i> dan<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">rofats</i>.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dari Abu Hurairah, Rasulullah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.</i>” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Shohih At Targib wa At Tarhib</i> no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shohih</i>)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Apa yang dimaksud dengan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">lagwu</i>? Dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Fathul Bari</i> (3/346), Al Akhfasy mengatakan,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ الْبَاطِل وَشَبَهه</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Lagwu</i> adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Lalu apa yang dimaksudkan dengan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">rofats</i>? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى الْفُحْش فِي الْقَوْل</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Istilah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Rofats</i> digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al Azhari mengatakan,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
الرَّفَث اِسْم جَامِع لِكُلِّ مَا يُرِيدهُ الرَّجُل مِنْ الْمَرْأَة</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Istilah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">rofats</i> adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau dengan kata lain<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">rofats</i> adalah kata-kata porno.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Itulah di antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">3. Jauhilah Pula Berbagai Macam Maksiat</b></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Ketahuilah, amalan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">taqarrub</i> (mendekatkan diri) pada Allah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ta’ala</i> dengan meninggalkan berbagai syahwat yang mubah ketika di luar puasa (seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, -pen) <b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">tidak akan sempurna</b> hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” (<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Latho’if Al Ma’arif</i>, 1/168, Asy Syamilah)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Latho’if Al Ma’arif</i>, 1/168, Asy Syamilah)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ الشَّرَابِ وَ الطَّعَامِ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Itulah puasa kebanyakan orang saat ini. Ketika ramadhan dan di luar ramadhan, kondisinya sama saja. Maksiat masih tetap jalan. Betapa banyak kita lihat para pemuda-pemudi yang tidak berstatus sebagai suami-istri masih saja berjalan berduaan. Padahal berduaan seperti ini telah dilarang dalam sabda Nabi<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, namun hal ini tidak diketahui dan diacuhkan begitu saja oleh mereka.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dari Ibnu Abbas, Nabi <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahramnya.</i>” (HR. Bukhari, no. 5233)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Rasulullah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> juga bersabda,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. </i>(HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shohih ligoirihi –</i>shohih dilihat dari jalur lain-)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Apalagi dalam pacaran pasti ada saling pandang-memandang. Padahal Nabi kita –<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>- telah memerintahkan kita memalingkan pandangan dari lawan jenis. Namun, orang yang mendapat taufik dari Allah saja yang bisa menghindari semacam ini.<tt style="background-color: transparent; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; font-size: 9px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"> Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,</tt></div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu </i><i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">‘alaihi wa sallam</i> tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu alaihi wa sallam</i> memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku. (HR. Muslim no. 5770)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Kalau di luar Ramadhan, perbuatan maksiat semacam ini saja jelas-jelas dilarang maka tentu di bulan Ramadhan lebih tegas lagi pelarangannya. Semoga kita termasuk orang yang mendapat taufik dari Allah untuk menjauhi berbagai macam maksiat ini.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Apakah Dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?</b></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut, “Mendekatkan diri pada Allah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ta’ala</i>dengan meninggalkan perkara yang mubah <b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">tidaklah akan sempurna</b> sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’) puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Ibnu Hajar dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Al Fath</i> (6/129) juga mengatakan mengenai hadits perkataan <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">zuur</i> (dusta) dan mengamalkannya:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Mayoritas ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Mula ‘Ali Al Qori dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih</i> (6/308) berkata, “Orang yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala pokoknya (<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ashlu</i>) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang dia lakukan.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Kesimpulannya</b>: Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat di bulan Ramadhan seperti berkata dusta, memfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah. –Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini-</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Ingatlah Suadaraku Ada Pahala yang Tak Terhingga di Balik Puasa Kalian</b></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Saudaraku, janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pahala yang melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">radhiyallahu ‘anhu</i>, Rasulullah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>bersabda,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
« كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى »</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku</i>.” (HR. Muslim no. 1151)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Lihatlah saudaraku, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas, perhatikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Hadits di atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ‘<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Azza wa Jalla</i> akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ta’ala</i> berfirman,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.</i>” (QS. Az Zumar [39]: 10). Bulan Ramadhan juga dinamakan dengan bulan sabar. Juga dalam hadits lain, Nabi <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>bersabda, <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">“Puasa adalah setengah dari kesabaran.”</i> (HR. Tirmidzi, Syaikh Al Albani dalam<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir </i>no. 2658 mengatakan bahwa hadits ini <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dho’if</i> , -pen)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan dan sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya terdapat sabar dalam melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah yaitu menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga, jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat, maka dia pantas mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ta’ala</i>,</div>
<div class="arab" style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.</i>” (QS. At Taubah [9]: 120).” -Demikianlah penjelasan Ibnu Rojab (dalam <i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Latho’if Al Ma’arif</i>, 1/168) yang mengungkap rahasia bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak terhingga, yaitu karena di dalam puasa tersebut terdapat sikap sabar.-</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Saudaraku, sekali lagi janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai engkau hanya mendapat lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu melimpah dan tak terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Isilah hari-harimu di bulan suci ini dengan amalan yang bermanfaat, bukan dengan perbuatan yang sia-sia atau bahkan mengandung maksiat. Janganlah engkau berpikiran bahwa karena takut berbuat maksiat dan perkara yang sia-sia, maka lebih baik diisi dengan tidur. Lihatlah suri tauladan kita memberi contoh kepada kita dengan melakukan banyak kebaikan seperti banyak berderma, membaca Al Qur’an, banyak berzikir dan i’tikaf di bulan Ramadhan. Manfaatkanlah waktumu di bulan yang penuh berkah ini dengan berbagai macam kebaikan dan jauhilah berbagai macam maksiat.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, kemampuan untuk menjauhi yang larang dan diberikan rasa kecukupan.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.</i></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Selesai disusun menjelang Ashar di Panggang, Gunung Kidul<br />
22 Sya’ban 1429 H [bertepatan dengan 24 Agustus 2008]<br />
Semoga Allah membalas amalan ini</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
***</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Penulis: <a href="http://rumaysho.com/" style="-webkit-transition: color 0.3s ease 0s; background-color: transparent; border: 0px; color: #ce2e20; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;">Muhammad Abduh Tuasikal</a></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Artikel <a href="http://muslim.or.id/" style="-webkit-transition: color 0.3s ease 0s; background-color: transparent; border: 0px; color: #ce2e20; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;">www.muslim.or.id</a></div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-29356367447693593242013-06-26T17:10:00.001-07:002013-06-26T17:10:21.828-07:00Nasehat Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy-Syatsri Kepada Salah Seorang Pemilik Hotel<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://firanda.com/images/pic-article/nasehat-syaikh-syatsri-ok.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="135" src="http://firanda.com/images/pic-article/nasehat-syaikh-syatsri-ok.jpg" width="200" /></a></div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em; text-align: justify;">
Meskipun hanya bertemu dengan dengan pemilik hotel tatkala sarapan pagi dan makan siang akan tetapi dalam acara makan tersebut syaikh Sa'ad hafidzohulloh tetap menyempatkan waktu untuk memberikan nasehat-nasehat berharga kepada sang pemilik hotel.<br />
Diantara nasehat-nasehat tersebut adalah :<br />
<br />
<strong>PERTAMA :</strong><br />
"Kalau aku lupa padamu maka Allah tidak akan melupakanmu, tidak melupakan kebaikanmu"<br />
Demikian perkataan Sykh Sa'ad Asy-Syatsry hafidzohulloh kepada si pemilik hotel tatkala kami sarapan pagi bersama.<br />
Ketika sang pemilik hotel mengabarkan rencananya untuk umroh di bulan ramadhan, maka syaikh mengundangnya untuk menemuinya di kajian beliau di masjidil haram, ba'da subuh dan ba'da maghrib. Serta merta pemilik hotel berkata, "Syaikh nanti mungkin lupa sama saya karena banyaknya peserta pengajian di masjidil haram".<br />
Syaikhpun berkata : "Jika aku lupa maka Allah tidak akan melupakanmu, tidak lupa dengan kebaikanmu"<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em; text-align: justify;">
<strong>KEDUA</strong>:<br />
Syaikh Sa'ad Asy-Syatri hafidzohulloh berkata kepada pemilik hotel, "Orang Arab berkata : Jika orang-orang bertanya kepadamu tentang hartamu maka jangan kau kabarkan kepada mereka. Jika engkau kabarkan bahwa hartamu banyak maka mereka akan hasad kepadamu, dan jika engkau kabarkan hartamu sedikit maka mereka akan meremehkanmu"<br />
Pemilik hotel berkata ; "Saya tambah syaikh, jika mereka bertanya berapa istrimu, maka jangan kau kabarkan, karena jika istrimu lebih dari satu mereka akan hasad padamu..."<br />
Lalu kamipun berbicara beberapa waktu, tidak lama kemudian sang pemilik hotel bertanya, "Ngomong-ngomong syaikh istri antum berapa?"<br />
Kata syaikh, "Loh bukannya engkau telah berkata, jika ada yang tanya tentang berapa istrimu maka jangan kau kabarkan..."<br />
Kami yg makan siang bersama syaikhpun tertawa...<br />
<br />
<strong>KETIGA</strong> :<br />
"Belajarlah bahasa Arab"<br />
Demikianlah nasehat syaikh Sa'ad Asy-Syatsri kepada pemilik hotel yang merupakan keturunan Arab akan tetapi qodarullah hanya bisa sedikit-sedikit berbahasa Arab.<br />
Syaikh berkata ; "Memahami Al-Quran butuh bahasa Arab. Terkadang Al-Quran membuatmu menangis... Terkadang Al-Quran seakan akan menampar wajahmu mengingatkanmu dari kelalaian dan kesalahan...terkadang Al-quran membangunkanmu untuk mengingatkanmu akan janji pertemuan yang sangat penting...(Janji pertemuan dengan Allah yang tidak mungkin terelakan...janji pertemuan dengan malaikat maut...).<br />
Bukankah kita senang jika ada orang yang mengingatkan kita tentang janji pertemuan yg sangat penting...???<br />
Akan tetapi semua ini tidak bisa dihayati dengan baik jika engkau tidak bisa bahasa Arab dan selalu bergantung dengan penerjemah.... Terjemahan biasanya tidak tepat sempurna karena diiringi dengan tambahan atau kekurangan..., beda antara yg memahami secara langsung dengan yang memahami melalui perantara"<br />
Demikian nasehat syaikh memotivasi sang pemilik hotel untuk belajar bahasa arab.<br />
<br />
<strong>KEEMPAT</strong> :<br />
"Kebutuhan orang kaya kepada si faqir lebih daripada kebutuhan si faqir kepada si kaya"<br />
Demikian nasehat syaikh Sa'ad Asy-Syatsri kepada sang pemilik hotel, untuk memotivasinya berinfaq.<br />
Apa maksud perkataan syaikh?<br />
Si faqir tatkala butuh dengan bantuan si kaya ia hanya membutuhkan bantuan sedikit yang bisa menghilangkan rasa laparnya dan memenuhi kebutuhannya.<br />
Adapun si kaya ... pada hakekatnya lebih butuh kepada si faqir, ia butuh untuk bersedekah kepada si faqir, karena :<br />
1) bukankah si kaya membutuhkan pahala dan ampunan pada hari kiamat? Sungguh ia sangat membutuhkannya.... Pahala yang ia butuhkan itu bisa ia raih dengan bersedekah kepada si faqir<br />
2) dengan bersedekah kepada si faqir jadilah rezekinya penuh keberkahan, bahkan akan ditambah oleh Allah. Bahkan Allah tambah berlipat-lipat, sementara si faqir hanya mengambil sedikit sedekah darinya. Allah memberi rizki kepada si kaya melalui si faqir<br />
<br />
Karenanya tatkala si kaya membantu si faqir hendaknya ia menghadirkan dalam hatinya bahwa si kayalah yg lebih butuh kepad si faqir<br />
<br />
<strong>KELIMA</strong>:<br />
Setelah sholat ashar berjamaah syaikh memanggil sang pemilik hotel dan berkata kepadnya, "Tidurlah walau hanya sebentar..."<br />
Pemilik hotel berkata, "Aku tidak ngantuk syaikh..."<br />
Syaikh berkata, "Sejak pagi kau belum istirahat, tidurlah sebentar, agar kau bisa kuat sholat malam...<br />
Hendaknya engkau sholat malam meskipun hanya seperempat jam, dan panjangkanlah sujudmu..."</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Firanda Andirja<br />
www.firanda.com</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-47694885127704427652013-06-13T06:22:00.000-07:002013-06-13T06:22:31.801-07:00Umar bin Khaththab dan Seorang BaduiApakah istri anda pernah marah? berkata atau berlaku kasar terhadap anda? Pada saat-saat tertentu, wanita memang bisa berubah menjadi sangat emosional. Misal saat haid dan mengandung, atau bila kecapekan. Bahkan seorang istri shalihah pun, kadang bisa hilang kendalli, menguap kelembutannya. Bila anda merasa sesak dan panas hati oleh kelakuannya itu, ada baiknya anda membaca kisah berikut ini.<br />
<br />
Diriwayatkan bahwa seorang badui datang untuk mengadu kepada khalifah Umar bin Khatab, untuk mengadukan kepadanya, mengenai buruknya akhlak istrinya. Ketika sampai dirumah Umar dan mengetuk pintunya, dia mendengar istri Umar meninggikan suaranya dihadapannya. Maka orang badui itu berpaling kembali, sambil berkata dalam hatinya, "Celaka aku, jika demikian keadaan Amirul Mukminin, maka bagaimana halnya denganku?"<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Umar keluar dan melihat laki-laki ini pergi. Maka ia bertanya, "Ada apa denganmu?" ia mengatakan, "Wahai Amirul Mukminin, hajatku telah selesai." Umar berkata kepadanya,"Kemarilah, dan ceritakan kepadaku apa yang engkau inginkan,"Maka si badui itu pun mengatakan, "Wahai Amirul Mukminin, aku datang untuk mengadukan kepadamu tentang buruknya akhlak istriku. Tetapi aku melihat istri mu sama seperti istri ku, bahkan lebih. Maka aku mengatakan."Jika demikian keadaan Amirul Mukminin, maka bagaimana halnya denganku?"<br />
<br />
Maka umar berkata kepadanya. <i>"Aku bersabar terhadapnya karena ia mempunyai hak-hak terhadapku. Dia merawat anak-anakku, memasakan makananku, mencuci pakaian ku, dan membersihkan rumahku. Aku bersabar terhadapnya karena dia mempunyai hak-hak terhadapku. "</i><br />
<br />
Demikianlah, seorang Umar bin Khatab semoga Allah meridhoinya, sahabat Rosulullah Shallalahu 'Alaihi Wassalam yang dikenal paling tegas dan keras, ternyata bisa bersabar dalam menghadapi istrinya.<br />
<br />
Sikap seperti itulah yang selayak nya kita teladani, untuk menghadapi istri-istri kita. Ingat, sabar dan mengalah, bukan berarti kalah. Jika ingin menasehatinya, tunggu emosinya biar mereda, dan nasehati dia dengan kelembutan, Jangan marah di balas marah, kasar di balas dengan kasar. Juga, jangan lari darinya atau meninggalkannya, itu akan hanya menambah dan memperkeruh masalah.<br />
<br />
Ingatlah hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam<br />
<br />
"Kaum mukminin yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada istri-istrinya." (riwayat Tirmidzi)<br />
<br />
Semoga rumah tangga kita akan dipenuhi dengan sakinah. mawaddah, wa rahmah.<br />
<br />
<br />
dikutip dari Majalah Fatawa Hal 43. vol V/N0.04 April 2009<br />
<br />
ersunnah.Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-38504018608354759772013-06-12T23:08:00.002-07:002013-06-12T23:08:49.909-07:00Hakikat Keindahan<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Suatu hari, seseorang bertanya kepada al-Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah, “Wahai Abu Sa’id, pakaian apakah yang paling anda sukai?”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Beliau rahimahullah menjawab, “Yang paling tebal, paling kasar, dan yang paling rendah di mata manusia.”<span id="more-82" style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Si penanya berkata, “Bukankah ada riwayat bahwasanya ‘Allah itu Mahaindah dan menyukai keindahan?”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Beliau rahimahullah menjawab, “Wahai anak saudaraku, sesungguhnya aku telah menganut tidak hanya satu mazhab. Seandainya keindahan di sisi Allah adalah pakaian, niscaya orang-orang fajir (jahat) lebih memiliki kedudukan di sisi-Nya daripada orang-orang yang baik. Hanya saja, keindahan itu adalah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakan amalan ketaatan, menjauhi kemaksiatan, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti yang baik. Seperti itu pula hadits shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia.”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(Mawa’izh lil Imam al-Hasan al-Bashri, hlm. 83)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: Majalah Asy Syariah no. 67/VI/1432 H/2010, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-61565066042629420002013-06-12T23:03:00.003-07:002013-06-12T23:03:32.787-07:00Taqwa yang Sempurna<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Abu Darda bin Qais Al-Asy’ari [1] mengatakan,</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Takwa yang sempurna adalah bertakwa kepada-Nya sampai pada masalah sekecil apa pun. Sampai ia meninggalkan perkara yang ia ketahui halal, karena takut seandainya perkara tersebut ternyata adalah haram.<span id="more-92" style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span> Yang mana takwa ini akan menjadi penghalang antara ia dan perkara-perkara yang haram. Sesungguhnya Allah telah menerangkan kepada seluruh hamba-Nya, bahwa mereka akan kembali kepada Allah,</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
‘Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.’ (QS. Al Zalzalah: 7-8)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Maka janganlah kalian memandang remeh kebaikan sekecil apa pun untuk kalian amalkan dan jangan pula memandang remeh perbuatan dosa sekecil apa pun untuk kalian tinggalkan.” [Jami'ul 'Ulum wal Hikam 1/400]</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Sumber:</b> Majalah Tashfiyah edisi 03 vol. 01 1432 H – 2011 M, rubrik Petuah.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-60641683111699133862013-06-12T22:57:00.003-07:002013-06-12T22:58:53.111-07:00Mewaspadai Sikap Sombong karena Ilmu<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Wahb bin Munabbih</strong> rahimahullahu berkata, “Sesungguhnya ilmu dapat membuat sombong sebagaimana harta.”</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Masruq</strong> rahimahullahu berkata, “Cukuplah seseorang dikatakan berilmu jika ilmu tersebut membuahkan rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebaliknya, cukuplah seseorang dianggap bodoh tatkala membanggakan diri dengan ilmunya.”<span id="more-99" style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Abu Wahb al-Marwazi</strong> rahimahullahu berkata, “Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak tentang kesombongan. Beliau menjawab, ‘(Kesombongan) adalah engkau meremehkan dan merendahkan manusia.’ Kemudian aku bertanya kepadanya mengenai ujub (bangga diri). Beliau pun menjawab, ‘(Ujub) adalah engkau memandang bahwa dirimu memiliki sesuatu yang tidak ada pada selainmu’.”</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></strong></div>
<a name='more'></a><strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Ibnu Abdil Barr</strong> rahimahullahu berkata, “Di antara adab seorang alim yang paling utama adalah bersikap rendah hati (tawadhu’) dan tidak ujub, yakni merasa sombong, bangga, dan terkagum-kagum terhadap ilmu yang dimilikinya. Adab berikutnya, ia berusaha menjauhi kecintaan akan kepemimpinan dengan sebab ilmunya.”<br />
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Al-Baihaqi</strong> rahimahullahu berkata, “Ketahuilah, fondasi dari suatu kedudukan adalah senang tersebarnya reputasi, cinta ketenaran, dan kemasyhuran, padahal itu merupakan bahaya yang sangat besar. Adapun keselamatan itu terdapat pada lawannya, yakni menjauhi ketenaran.”</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Para ulama tidak bertujuan mencari kemasyhuran. Tidak pula mereka menampakkan dan menawarkan diri untuk tujuan tersebut. Mereka juga tidak menempuh sebab-sebab yang menyampaikan ke arah sana. Apabila ternyata kemasyhuran tersebut datang dari sisi Allah Subhanallahu wa Ta’ala, mereka berusaha melarikan diri darinya. Mereka lebih mengutamakan ketidaktenaran.</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(an-Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi, hlm. 185-186)</div>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Sumber:</strong> Majalah Asy Syariah no. 73/VII/1432 H/2011, rubrik Permata Salaf.</div>
<br />
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-13730876576787994882013-06-12T22:51:00.000-07:002013-06-12T22:51:18.101-07:00Ilmu Bukan Banyaknya Riwayat & Ucapan<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Umar bin Abdul Aziz rahimahullah</b> mengatakan, “Sesungguhnya, orang-orang terdahulu (para ulama salaf, -red.) diam karena ilmu. Mereka pun menahan diri (dari sesuatu) karena mata hati yang tajam. Sungguh, mereka lebih mampu meneliti (sebuah masalah) kalau mereka mau melakukannya.”<span id="more-128" style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Ibnu Rajab rahimahullah</b> mengatakan, “Sungguh, banyak orang belakangan yang tertipu dengan hal ini. Mereka menyangka bahwa siapa yang banyak bicara, debat, dan perbantahannya dalam masalah agama, berarti dia lebih berilmu. Ini adalah murni kebodohan. Lihatlah para sahabat senior dan ulama mereka, seperti Abu Bakar, Umar, Ali, Mu’adz, Ibnu Mas’ud, dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum. Betapa sedikit ucapan mereka dibandingkan dengan ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, padahal mereka lebih berilmu. Ucapan generasi setelah tabi’in pun lebih banyak daripada ucapan generasi sahabat, padahal generasi sahabat lebih berilmu. Ucapan generasi setelah tabi’in pun lebih banyak daripada ucapan generasi tabi’in, padahal generasi tabi’in lebih berilmu. Jadi, ilmu bukan karena banyaknya riwayat dan ucapan, melainkan cahaya yang diletakkan di kalbu. Dengan cahaya itu, seorang hamba akan mengenal dan bisa membedakannya dengan kebatilan….”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(<b>Lammud Durril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur</b>, hlm. 82-83)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Sumber:</b> Majalah Asy Syariah no. 88/VII/1433 H/2012, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-13100116511084262122013-06-12T09:53:00.002-07:002013-06-12T09:53:38.568-07:00MENJAGA PANDANGAN SERTA UCAPAN<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Abud Darda' rahimahullah berkata:<br />"Wahai anakku, janganlah engkau mengikuti pandanganmu kepada setiap apa yang engkau lihat pada manusia. Sesungguhnya barangsiapa mengikuti pandangannya kepada setiap apa yang terlihat dari manusia, akan panjang kesedihannya<a href="" name="more" style="border: 0px; color: #123b66; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></a> dan tidak akan berkurang kemarahannya. Barangsiapa tidak mengetahui nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali pada makanan atau minumannya, sungguh sedikit ilmunya dan telah datang adzabnya. Barangsiapa yang tidak merasa cukup dari dunia, maka tidak ada dunia baginya." (Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad, hal. 196)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:<br />"Sungguh aku telah bertemu dengan beberapa kaum (yakni ulama), yang bila salah seorang mereka duduk bersama sekelompok orang, tentu mereka akan menganggapnya orang yang lemah -karena diamnya yang lama-. Padahal dia sama sekali tidak lemah, justru dia seorang muslim yang faqih." (Shahih Az-Zuhd, Waki' ibnul Jarrah, hal. 55)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(Diambil dari At-Tajul Mafqud, hal. 93 dan 96)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: Majalah Asy Syari'ah, no.39/IV/1429 H/2008, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-75425997727079036652013-06-12T09:50:00.001-07:002013-06-12T09:50:07.384-07:00JAGALAH ILMU DENGAN MENINGGALKAN MAKSIAT<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: <br style="line-height: inherit;" />"Sesungguhnya aku memandang bahwa seseorang yang dilupakan dari suatu ilmu yang sebelumnya telah diketahuinya adalah karena kesalahan yang telah dilakukannya."<a href="" name="more" style="border: 0px; color: #123b66; font-family: inherit; font-style: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></a></div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al-Imam Waki' rahimahullah berkata: <br style="line-height: inherit;" />"Minta tolonglah (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala) untuk menjaga hafalanmu dengan cara meninggalkan maksiat."</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al-Imam Malik rahimahullah berkata Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah di awal perjumpaan beliau dengannya:<br style="line-height: inherit;" />"Sesungguhnya aku melihat bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah engkau padamkan dengan kegelapan maksiat."</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata: <br style="line-height: inherit;" />"Barangsiapa yang ingin agar Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan pintu hati dan menyinari lubuk kalbunya, dia wajib meninggalkan perkataan yang tidak berguna, meninggalkan perkara-perkara dosa, serta menjauhi berbagai bentuk kemaksiatan. Seyogianya juga dia melakukan amalan-amalan shalih secara tersembunyi antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala saja. Sungguh, apabila dia telah berbuat demikian niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala bukakan untuknya suatu ilmu yang membuatnya sibuk sehingga lupa terhadap selainnya. Dan sesungguhnya di dalam al-maut (kematian) itu terdapat kesibukan yang sangat banyak."</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: <br style="line-height: inherit;" />"Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan di antara cara-Nya dalam menghukum anak manusia lantaran dosa-dosa yang telah mereka lakukan adalah dengan mencabut hidayah (petunjuk)-Nya serta mencabut ilmu yang bermanfaat (dari mereka)."</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(An-Nubadz fi Adabi Thalabil 'Ilmi, hal. 14-15)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: Majalah Asy Syari'ah, no.41/IV/1429 H/2008, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-10116707444553013242013-06-12T09:46:00.000-07:002013-06-12T09:46:12.873-07:00WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRANYA (2)<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Qais bin 'Ashim berwasiat kepada putra-putranya, beliau rahimahullah berkata:</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
"Bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan jadikanlah orang tertua di antara kalian sebagai pemimpin.<a href="" name="more" style="border: 0px; color: #123b66; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></a> Sungguh apabila suatu kaum mengangkat orang tertua mereka sebagai pemimpin niscaya pemimpin tersebut akan menggantikan peran orang tua mereka dalam memberikan/melakukan yang terbaik bagi mereka. Jikalau orang termudanya dijadikan sebagai pemimpin yang ditaati tentu akan menyebabkan berkurangnya penghormatan terhadap orang-orang tuanya, berakibat pada pembodohan mereka, peremehan, serta sikap tidak merasa butuh terhadap orang-orang tua tersebut.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Hendaklah kalian memiliki harta dan mengembangkannya melalui pekerjaan/usaha yang baik, karena hal itu akan menjadikan kalian memiliki kemuliaan serta kedudukan yang tinggi serta mencukupkan kalian dari meminta-minta. Hati-hatilah kalian, jangan sampai mengemis-ngemis kepada manusia, karena hal itu merupakan batasan terakhir dari usaha seseorang. Jika aku mati, janganlah kalian melakukan niyahah (meratap), sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah diniyahahi. Jika aku mati, kuburkanlah di tanah yang tidak diketahui oleh Bani Bakr bin Wail, karena di masa jahiliyah dulu, aku pernah menyerang mereka secara tiba-tiba pada saat mereka lengah."</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(Syarh Shahih Al-Adabul Mufrad hal. 475)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: Majalah Asy Syari'ah, no.50/V/1430 H/2009, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-70902237748496688172013-06-12T09:44:00.000-07:002013-06-12T09:44:15.505-07:00WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRANYA (1)<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Al-Imam Ja'far Ash-Shadiq rahimahullah berwasiat kepada putranya, Musa. Beliau rahimahullah berkata:<br />Wahai anakku…. barangsiapa merasa cukup dengan apa yang menjadi bagiannya maka dia akan menjadi kaya<a href="" name="more" style="border: 0px; color: #123b66; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></a> dan barangsiapa memanjangkan pandangannya kepada apa yang ada di tangan orang lain niscaya dia akan mati dalam keadaan miskin.<br />Barangsiapa yang tidak ridha dengan apa yang diberikan untuknya berarti telah mencacati Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ketetapan takdir-Nya.<br />Barangsiapa menganggap kecil ketergelinciran orang lain maka menjadi besarlah ketergelinciran dirinya. </div>
<a name='more'></a><br />Barangsiapa menyibak tabir (aib) orang lain maka akan tersibak pula aurat (aib)nya.<br />Barangsiapa menghunuskan pedang pemberontakan maka akan terbunuh karenanya.<br />Barangsiapa menggali sumur (lubang) bagi saudaranya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjerumuskan dirinya ke dalamnya.<br />Barangsiapa masuk (bercampur) dengan orang-orang bodoh niscaya akan terhina.<br />Dan barangsiapa bergaul dengan para ulama maka dia akan dimuliakan dengannya.<br />Barangsiapa memasuki tempat-tempat kejelekan maka dia akan tertuduh (dengan kejelekan pula, pen.).<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Wahai anakku…. waspadalah, jangan sampai engkau menganggap remeh orang lain, sehingga engkau pun menjadi hina karenanya.<br />Waspadalah…. Jangan engkau menggeluti perkara-perkara yang tidak bermanfaat bagi dirimu, sehingga engkau pun menjadi hina karenanya.</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Wahai anakku…. katakanlah yang haq (benar) dalam keadaan menguntungkan ataupun merugikanmu niscaya engkau memiliki kedudukan tersendiri di antara teman-temanmu. Jadilah engkau seorang yang gemar membaca dan mengikuti Al-Qur'an, seorang yang gigih menyebarkan agama Islam, seorang yang selalu memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, seorang yang menyambung tali persaudaraan dengan orang yang memutus hubungan rahim denganmu. Jadilah engkau sebagai orang yang selalu memulai dalam menyapa orang-orang yang mendiamkanmu dan memberi kepada orang yang meminta kepadamu.</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Wahai anakku…. jauhilah namimah (perbuatan mengadu domba). Sungguh namimah itu akan menanamkan permusuhan di dalam hati-hati (manusia). Dan hati-hatilah dari membongkar aib manusia. Karena kedudukan seseorang yang membongkar aib-aib manusia berada pada posisi sasaran bidik (sewaktu-waktu akan balik dibongkar aibnya, pen.). Apabila engkau mencari kebaikan maka wajib bagimu mengambil dari sumbernya. Sesungguhnya kebaikan itu memiliki asal dan pada asal itu terdapat pokok-pokok dan pada pokok-pokok itu terdapat cabang-cabang, dan pada cabang-cabang itu terdapat buah, serta tidaklah buah itu menjadi matang (dengan baik) kecuali pada tangkainya, dan tidaklah ada tangkainya kecuali ada pokoknya dan tidak ada pokok melainkan dengan adanya asal (bibit) yang baik.<br />Kunjungilah orang-orang yang baik dan jangan mengunjungi orang-orang yang jelek (jahat). Karena orang-orang yang jelek itu ibarat gurun pasir yang tidak dapat memancarkan air, atau ibarat pohon yang tidak menghijau daunnya, atau ibarat tanah yang tidak dapat menumbuhkan rerumputan.</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(Al-Imam Ja'far Ash-Shadiq, hal. 27-29, karya Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Abdillah Ad-Darwis, hakim pada Mahkamah Al-Kubra di Qathif)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: Majalah Asy Syari'ah, no.48/IV/1430 H/2009, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-56662320914801727982013-06-12T09:23:00.001-07:002013-06-12T09:23:55.726-07:00Manfaat Rasa Lapar<br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Ibnu Abi ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari <strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Muhammad bin Wasi’</strong> rahimahullah bahwa dia berkata, “Siapa yang sedikit makannya dia akan bisa memahami, membuat orang lain paham, bersih, dan lembut. Sungguh, banyak makan akan memberati seseorang dari hal-hal yang dia inginkan.”</div>
<a name='more'></a><span id="more-140" style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Diriwayatkan dari Utsman bin Zaidah rahimahullah, dia berkata bahwa <strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Sufyan ats-Tsauri</strong> rahimahullah mengirim surat kepadanya (di antara isinya), “Apabila engkau ingin tubuhmu sehat dan tidurmu sedikit, kurangilah makan.”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Diriwayatkan dari <strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Ibrahim bin Adham</strong> rahimahullah, “Siapa yang menjaga perutnya, dia bisa menjaga agamanya. Siapa yang bisa menguasai rasa laparnya, dia akan menguasai akhlak yang terpuji. Sungguh, kemaksiatan akan jauh dari orang yang lapar, dekat dengan orang yang kenyang. Rasa kenyang akan mematikan hati. Akan muncul pula darinya rasa senang, sombong, dan tawa.”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Diriwayatkan dari <strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Abu Sulaiman ad-Darani</strong> rahimahullah, “Jika jiwa merasakan lapar dan dahaga, kalbu akan bersih dan lembut. Jika jiwa merasakan kenyang dan puas minum, kalbu menjadi buta.”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Diriwayatkan pula dari <strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">asy-Syafi’i</strong> rahimahullah, “… Rasa kenyang akan memberati badan, menghilangkan kewaspadaan, mendatangkan rasa kantuk, dan melemahkan pemiliknya dari beribadah.”</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Jami’ al-Ulum wal Hikam</strong>, hlm. 576-577)</div>
<div style="background-color: #edf6fe; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 21px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Sumber:</strong> Asy Syariah no. 92/VII/1434 H/2013, rubrik Permata Salaf.</div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-17662020172196562602012-11-18T12:22:00.000-08:002012-11-18T12:22:36.140-08:00Cara Menggapai Kelezatan Beribadah<a href="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSDuF6S55X_02QRe_pdvd2L8Ra0kj9ji9q1iipB3gB1r-pEr3RL" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="137" src="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSDuF6S55X_02QRe_pdvd2L8Ra0kj9ji9q1iipB3gB1r-pEr3RL" width="200" /></a><strong>Oleh: Syaikh Abdulaziz bin Baz – <em>rahimahullah -</em></strong><br />
<br />
Pertanyaan:<br />
Apa penyebab hilangnya kelezatan dalam ibadah, dan bagaimana solusi praktis untuk mengatasinya?<br />
Jawaban:<br />
<br />
بسم الله الرحمن الرحيم: الحمد لله وصلى الله وسلم على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه أما بعــد<br />
<br />
Tidak ragu bahwa ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla memiliki
kelezatan yang sangat agung dalam hati seorang mukmin dan mukminah. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
وجعلت قرة عيني في الصلاة<br />
“Dan telah dijadikan penenang hatiku ada pada shalat”<br />
<span id="more-424"></span><br />
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu:<br />
أرحنا بالصلاة<br />
“Istirahatkanlah kami dengan shalat”<br />
<br />
Maksudnya, tegakkanlah shalat sehingga kami merasa tenang dan beristirahat dalamnya.<br />
<br />
Maka shalat yang merupakan ibadah paling agung setelah dua kalimat
syahadat adalah penenang hati, penyedap pandangan mata, dan kenikmatan
untuk ruh bagi siapa saja yang menghadapkan diri kepadanya, menghadirkan
hati padanya, khusyuk kepada Allah padanya, dan sadar bahwa shalat
adalah tiangnya agama Islam, dan bahwasanya shalat adalah munajat
(perbincangan bisik-bisik) kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berdiri di
hadapan-Nya.<br />
<br />
Dengan itu maka dia akan merasakan ketentraman, ketenangan, dia akan
mendapatkan kelezatan pada dirinya dalam keadaannya ketika berdiri
membaca al-Quran, ketika rukuk, sujud, dan dalam segenap apa yang Allah
syariatkan dalam shalat. Maka nashiatku untuk setiap mukmin dan mukminah
untuk menghadapkan diri kepada amalan ibadah baik berupa shalat atau
yang lainnya dengan menghadirkan hati padanya, merasakan bahwa dia
melakukannya hanya karena Allah semata, mengharap pahala-Nya, takut akan
siksa-Nya, dan yakin bahwa dia akan mendapatkan kebaikan yang besar di
sisi Allah jika ikhlas karena-Nya dan melakukannya sesuai sunnah bukan
dengan tatacara bid’ah.<br />
<br />
Maka shalat, zakat, sedekah, puasa, haji, umrah, dzikir-dzikir yang
syar’i, membaca al-Quran, dakwah mengajak kepada Allah, amar makruf nahi
munkar, semuanya adalah ibadah-ibadah yang memiliki kelezatan yang
agung dalam hati, ketenangan dalam hati, dan kenikmatan dalam jiwa.
Dalam ibadah itu seorang mukmin mengingat bahwa dia melakukan sesuatu
yang menjadikan Allah ridha, sesuatu yang Allah perintahkan, yang
berpahala, sehingga dia akan merasa tenang karenanya dan merasakan
kelezatannya, dikarenakan adanya kebaikan yang besar di dalamnya,
dikarenakan itu adalah pelaksanaan perintah Allah, dikarenakan kebaikan
yang agung ada padanya berupa pahala besar dari Allah, penghapusan
dosa-dosa dan kesalahan, menggapai surga dan selamat dari neraka.<br />
<br />
Dan demikian pula pengaruh baik dari dakwah mengajak kepada Allah,
amar makruf nahi mungkar; yang termasuk kemaslahatan ibadah, membimbing
manusia kepada kebaikan, membantu mereka untuk melaksanakan syariat
Allah dan meninggalkan apa yang Allah haramkan. Semua ini adalah hal-hal
bisa menjadikan jiwa-jiwa yang baik merasakan kelezatannya, hati-hati
menjadi tentram dan pandangan kaum mukminin dan mukminat menjadi tenang
karenanya. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam kitabnya yang agung, dan
Dia adalah Yang paling benar firman-Nya,<br />
<br />
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ * أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ
حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ<br />
<br />
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang jika
disebut nama Allah akan merasa takut hati-hati mereka, jika dibaca
ayat-ayatNya bertambahlah keimanan mereka, dan mereka hanya bertawakal
kepada Rabb mereka. Yaitu orang-orang yang menegakkan shalat dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Merekalah
orang-orang yang beriman sesungguhnya, dan mereka mendapatkan beberapa
derajat ketinggian di sisi Rabb mereka serta ampunan dan rezeki yang
mulia.” (al-Anfal: 2-4)<br />
<br />
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
“Ada tujuh golongan yang Allah naungi di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya;<br />
<br />
Imam yang adil…”<br />
<br />
Sesungguhnya dia berlaku adil karena merasa takut kepada Allah dan mengharap pahala-Nya.<br />
<br />
“Dan pemuda yang tumbuh berkembang dalam beribadah kepada Allah…”<br />
<br />
Dia merasakan lezatnya ibadah karena mengetahui adanya kebaikan dalam
ibadah itu, juga karena dalam hatinya telah menetap pengagungan kepada
Allah, keikhlasan hanya kepada-Nya, kecintaan terhadap-Nya, dan harapan
terhadap apa yang ada di sisi-Nya.<br />
<br />
“Dan seseorang yang hatinya tertambat di masjid-masjid…”<br />
<br />
Dia menambatkan hatinya kepada masjid-masjid karena dia mendapati
kebaikan dalam shalat, juga mendapati ketenangan, ketentraman dan
kenikmatan.<br />
<br />
“Dan dua orang yang saling mencinta karena Allah, berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya…”<br />
<br />
Karena keduanya telah mendapatkan adanya kebaikan yang sangat besar
dalam kecintaan karena Allah, mereka juga mendapatkan ketenangan hati,
kenikmatan jiwa dan kesenangan yang sangat besar. Karena mereka
mengetahui bahwa hal ini akan membuat Allah ridha, dan Allah telah
mensyariatkan hal itu untuk mereka, dan bahwasanya dengan hal itu akan
terwujud kebaikan yang agung yang kadar keagungannya hanya diketahui
oleh Allah; seperti adanya saling tolong-menolong, saling berwasiat
dengan kebenaran dan saling menasihati.<br />
<br />
Yang kelima,<br />
<br />
“Seorang laki-laki yang diajak oleh wanita cantik dan berkedudukan lalu dia berkata sesungguhnya aku takut kepada Allah…”<br />
<br />
Kenapa dia mengucapkan perkataan ini? karena dalam hatinya telah
menetap kecintaan dan pengagungan kepada Allah, rasa takut kepada-Nya,
dan selalu merasa diawasi oleh-Nya, sehingga dia meninggalkan wanita
yang mengajaknya kepada perbuatan keji, padahal wanita itu memiliki
kedudukan dan kecantikan. Dia menolak wanita itu karena takut kepada
Allah dan mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, juga karena merasa
tenang dengan menaati-Nya, merasa lezat dengan apa yang menjadikan-Nya
ridha.<br />
Demikian pula seorang wanita, jika ada seorang laki-laki yang
mengajaknya berbuat keji sedangkan laki-laki itu memiliki kedudukan dan
ketampanan, lalu wanita itu berkata aku takut kepada Allah, dan wanita
itu menjauhinya, (hal ini) karena telah menetap dalam hatinya kecintaan
kepada Allah, kenikmatan jiwa dan kelezatan dalam menaati Allah dan
mengikuti syariat-Nya.<br />
<br />
Yang keenam,<br />
<br />
“Seseorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikan sedekahnya sehingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya…”<br />
<br />
Kenapa bisa demikian? Karena dalam hatinya telah menetap kecintaan
dan pengagungan kepada Allah, dan (dia mengetahui) bahwasanya Allah
mengetahui segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi
bagi-Nya, dan bahwasanya Allah mencintai keikhlasan hanya untuk-Nya,
mencintai amalan yang dilakukan karena-Nya secara rahasia. Oleh karena
inilah tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan
kanannya. Karena besarnya keikhlasannya.<br />
<br />
Yang ketujuh,<br />
<br />
“Seseorang yang menyendiri berdzikir kepada Allah lalu mengalir air matanya.”<br />
<br />
Seseorang yang menyendiri berdzikir kepada Allah, tidak ada seorang
pun di sekitarnya, lalu mengalirlah kedua air matanya. Karena takut
kepada Allah, mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, merasa tenang dengan-Nya.
Sehingga dia termasuk di antara tujuh golongan manusia yang akan Allah
naungi mereka di bawah naungan-Nya.<br />
<br />
Kesimpulannya;<br />
<br />
Bahwa menghadapkan diri kepada Allah dalam beribadah, menghadirkan
keagungan-Nya dan bahwa engkau hanya menginginkan Wajah-Nya yang Maha
mulia, bahwa engkau melakukan ini semata karena mencari keridhaan-Nya,
menaati perintah-Nya, karena kecintaaan terhadap-Nya, karena keinginan
atas apa yang menjadikan-Nya ridha dan mendekatkan kepada-Nya, ini semua
adalah hal-hal yang bisa menjadikanmu merasa lezat dalam beribadah,
benar-benar menghadapkan diri terhadapnya, merasa tenang dan nikmat
dengan ibadah. Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya.<br />
<br />
Penanya berkata:<br />
<br />
“Bagaimana dengan orang yang mengeluhkan kebalikannya wahai Syaikh? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.”<br />
<br />
Syaikh menjawab:<br />
<br />
Orang yang mengeluhkan kebalikannya, yakni mengeluhkan kerasnya hati,
maka dia wajib untuk mengobati dirinya, dengan memperbanyak dzikir
kepada Allah, membaca al-Quran al-Karim, berwaspada terhadap dosa dan
maksiat, bertaubat kepada Allah dari apa yang telah lalu, disertai
dengan kesungguhan dan kejujuran padanya. Jika dia telah jujur terhadap
Allah dalam bertaubat dari maksiat, dan dalam memperbanyak dzikir kepada
Allah, dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya dengan hatinya dan
menghadirkan keagungan Allah, dan bahwa Allah senantiasa mengawasinya,
bahwa Allah maha mengawasi segala sesuatu, dan bahwasanya bersama
dirinya ada dua malaikat; yang satu menulis kebaikan dan yang lain
menulis keburukan; dengan menghadirkan perkara-perkara ini hatinya akan
menjadi lembut, menjadi khusyuk, merasa lezat dengan ketaatan, merasa
tenang, tentram dan senang dengan ketaatan.<br />
<blockquote>
<em><strong>Artikel ini diterjemahkan oleh alBamalanjy dari <a href="http://www.ibnbaz.org.sa/mat/17396">http://www.ibnbaz.org.sa/mat/17396</a></strong></em></blockquote>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-87968268348432678812012-11-18T11:59:00.002-08:002012-11-18T12:00:38.009-08:00Keutamaan dan Manfaat Istighfar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQIC8WtMlBkbhOhfUOE2zEb085pJDVYoRePdcT9wQbt0d8JZICk" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="131" src="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQIC8WtMlBkbhOhfUOE2zEb085pJDVYoRePdcT9wQbt0d8JZICk" width="200" /></a></div>
<br />
<span style="color: #e06666;"><i><span style="font-size: x-large;">Istighfar, memohon ampun kepada Allah adalah amalan yang sangat
mulia</span></i></span>, sangat banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh dari
istighfar kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang mana tidak ada
satu pun dari kita yang tidak membutuhkan manfaat dan buah dari
istighfar itu. Berikut ini adalah sebagian dari begitu banyaknya
manfaat-manfaat istighfar, sekaligus sebagai penjelas akan keutamaan
istighfar kita kepada Allah ta’ala.<br />
<a name='more'></a><span id="more-434"></span><br />
<h2>
1- Penghapus dosa.</h2>
Sesuai dengan namanya, istighfar bermakna permohonan maghfirah, yaitu
ampunan dan penutupan dari dosa dan kesalahan yang dilakukan. Oleh
karena itu, manfaat utama dari istighfar ini adalah sebagai penghapus
dosa-dosa dan kesalahan. Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman,<br />
<br />
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا<br />
<br />
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nisa: 110)<br />
Dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda,<br />
<br />
حدثنا قتيبة قال حدثنا الليث عن ابن عجلان عن القعقاع بن حكيم عن أبي صالح
عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( إِنَّ الْعَبْدَ
إِذاَ أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فيِ قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْداَءُ،
فَإِذاَ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ
زِيدَ فِيهاَ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ
اللهُ {كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلىَ قُلُوبِهِمْ ماَ كاَنُوا يَكْسِبُونَ} ))<br />
<br />
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya
seorang hamba jika berbuat kesalahan maka dituliskan dalam hatinya
sebuah titik hitam. Jika dia meninggalkannya, beristighfar dan
bertaubat, hatinya kembali bersih. Jika dia mengulangi kembali,
ditambahkan lagi titik hitam dalam hatinya sehingga titik-titik hitam
itu menutupi hatinya. Itulah ‘ran’ (tutupan) yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya, {Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutupi hati mereka.}”1<br />
<h2>
2- Istighfar adalah jaminan keamanan dari siksaan Allah.</h2>
Allah l berfirman,<br />
<br />
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ<br />
<br />
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di
antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun.” (al-Anfal: 33)<br />
Tentang ayat ini, Abdullah bin Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- berkata,<br />
<br />
كان فيهم أمانان: النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار، فذهب النبي صلى الله عليه وسلم وبقي الاستغفار<br />
<br />
“Dahulu mereka memiliki dua jaminan keamanan; Nabi -shallallahu ‘alaihi
wa sallam- dan istighfar. Lalu Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
telah pergi, maka tinggallah istighfar.”2<br />
<h2>
3- Istighfar sebab turunnya rezeki dan kenikmatan dari Allah.</h2>
Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman,<br />
<br />
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ
مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ
فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ
كَبِيرٍ<br />
<br />
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat.” (Hud: 3)<br />
<br />
Oleh karena itulah, Nabi Nuh -’alaihis salam- memerintahkan kaumnya
untuk memohon ampun kepada Allah, dan menjelaskan manfaatnya. Allah
berfirman tentang Nabi Nuh -’alaihis salam-<br />
<br />
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (*) يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (*) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا<br />
<br />
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)<br />
<br />
Dan demikian pula yang dilakukan oleh Nabi Hud -’alaihis salam-, Allah berfirman tentangnya,<br />
<br />
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ
وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ<br />
<br />
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu
bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras
atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”.” (Hud: 52)<br />
<h2>
4- Istighfar merupakan sunah seluruh para Nabi dan Rasul -’alaihimush shalatu was salam-</h2>
Lihatlah Nabi Adam -alaihis salam-, Allah berfirman tentang istighfar (permohonan maghfirah) beliau dan istri beliau,<br />
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ<br />
“Keduanya berkata: “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
(al-A’raf: 23)<br />
Dan tentang Nabi Nuh -’alaihis salam- Allah ta’ala berfirman,<br />
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ<br />
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.”
(Nuh: 28)<br />
Tentang Nabi Musa -’alaihis salam- Allah berfirman,<br />
قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ<br />
“Musa berdoa: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku
sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Qashash: 16)<br />
Nabi Daud -’alaihis salam- juga beristighfar kepada Allah. Allah berfirman,<br />
وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ<br />
“Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada
Rabbnya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (Shad: 24)<br />
Nabi Sulaiman -’alaihis salam- juga memohon ampun kepada Allah,<br />
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ<br />
“Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Pemberi”.” (Shad: 35)<br />
Dan Para Nabi dan Rasul lainnya pun beristighfar kepada Allah,
terlebih utama adalah Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-.<br />
Imam Muslim -rahimahullah- menyebutkan hadits dalam shahihnya,<br />
حدثنا يحيى بن يحيى وقتيبة بن سعيد وأبو الربيع العتكي جميعا عن حماد قال
يحيى أخبرنا حماد بن زيد عن ثابت عن أبي بردة عن الأغر المزني وكانت له
صحبة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( إنه لَيُغَانُ على قلبي
وإِنِّي لأَستغفر الله في اليوم مائةَ مرةٍ))<br />
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya
hatiku (terkadang) terlalaikan dari dzikir, dan sesungguhnya aku memohon
ampun kepada Allah seratus kali dalam satu hari.”3<br />
Lihatlah! Betapa Nabi kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- seorang
yang makshum, terjaga dari dosa-dosa, dan mendapatkan ampunan baik untuk
yang telah lalu maupun yang akan datang, beliau -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- tetap saja memperbanyak istighfar kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Maka kita yang berada sangat-sangat jauh di bawah kedudukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu lebih layak untuk
memperbanyak istighfar, memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Selain karena dosa dan kesalahan kita yang sangat banyak, juga karena
manfaat-manfaat istighfar yang sangat banyak dan kita tidak bisa merasa
cukup darinya.<br />
<br />
sumber : Albamalanjy.wordpress.com Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-54660385762997775632012-10-28T09:59:00.002-07:002012-10-28T09:59:45.023-07:00Hukum Aqiqah<div align="justify">
<i>Oleh: Asy-Syaikh Mu<u>h</u>ammad bin Shâli<u>h</u> Al-’Utsaimîn ra<u>h</u>imahullâh</i></div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<b>Pertanyaan:</b></div>
<div align="justify">
Apa makna aqiqah anak, hukumnya wajib ataukah sunnah?</div>
<div align="justify">
<b>Jawaban:</b></div>
<div align="justify">
Aqiqah bagi anak yaitu sembelihan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> dan sebagai rasa syukur kepada-Nya atas nikmat lahirnya seorang anak yang diadakan pada hari ketujuh dari kelahirannya.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah aqiqah ini,
hukumnya sunnah ataukah wajib. Mayoritas ahlul ilmi berpendapat bahwa
hukumnya <i>sunnah mu’akkad</i>.<span id="more-899"></span> Hingga Imam Ahmad mengatakan, <i> </i></div>
<div align="justify">
<br /></div>
<a name='more'></a><br />
<div align="justify">
<i>“Hendaknya dia berhutang dan mengaqiqahinya.”</i>
Maksudnya: bahwa orang yang tidak memiliki harta hendaknya berhutang
dan mengaqiqahi anaknya, dan Allah-lah yang akan menggantinya, sebab dia
berusaha menghidupkan sunnah. Yang dimaksud dengan ucapan beliau <i>rahimahullâh</i>, <i>“hendaknya dia berhutang”</i>
adalah bagi orang yang bisa diharapkan untuk melunasi hutangnya pada
waktu mendatang. Adapun orang yang tidak bisa diharapkan untuk
melunasinya, maka tidak sepantasnya berhutang untuk mengaqiqahi anaknya.
Pendapat dari Imam Ahmad <i>rahimahullâh</i> ini sebagai dalil bahwa aqiqah tersebut hukumnya <i>sunnah mu’akkad</i>, dan memang seperti itu.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
Maka seyogyanya mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua
kambing dan anak perempuan dengan satu kambing. Hal itu dilakukan pada
hari ketujuh, dimakan, dihadiahkan dan disedekahkan dagingnya. Tidak
mengapa dia menyedekahkan dan mengumpulkan karib kerabat serta
tetangganya untuk makan daging aqiqah tersebut dengan disertai jamuan
yang lain.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
(<b>Fatawa Ibnu ‘Utsaimin</b>)</div>
<div align="right">
<i>(Dinukil dari <b>Risalah ilal ‘Arusain wa Fatawa Az-Zawaj wal Mu’asyaratin Nisaa’</b>
(Bingkisan ‘tuk Kedua Mempelai) karya Abu ‘Abdirrahman Sayyid bin
‘Abdirrahman Ash-Shubaihi, taqdim: Fadhilatusy-Syaikh Muhammad Jamil
Zainu, hal. 595, penerjemah: Abu Hudzaifah, penerbit: Maktabah
Al-Ghuroba’ Sukoharjo, cet. ke-1 Oktober 2007M. Dicopy dari
http://akhwat.web.id)</i></div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-26409219236420316252012-10-28T09:54:00.000-07:002012-10-28T09:54:53.104-07:00Perihal Aqiqah, Kambing Jantan Atau BetinaAqiqah disyariatkan dalam Islam, sebagaimana Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengaqiqahi Al Hasan dan Al Hushain. Namun para ulama
berselisih tentang hukumnya. Sebagian ada yang mewajibkan dan mayoritas
mereka mensunnahkannya.<br />
<br />
Imam Ahmad berkata: Al aqiqah merupakan Sunnah dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah melakukan aqiqah untuk Al Hasan dan Al Hushain. Para sahabat
Beliau juga melakukannya. Dan dari Samurah, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:<br />
<br />
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهِنُ بِعَقِيْقَتِهِ <br />
<br />
"Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya" [HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa-i].<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Sehingga tidak patut, jika seorang bapak tidak melakukan aqiqah untuk anaknya. [1]<br />
<br />
Aqiqah disyariatkan pada orang tua sebagai wujud syukur kepada Allah dan
mendekatkan diri kepadaNya, serta berharap keselamatan dan barakah pada
anak yang lahir tersebut [2]. Waktu pelaksanaanya, disunnahkan pada
hari ketujuh. Jika tidak dapat, maka pada hari keempat belas. Bila
tidak, maka pada hari kedua puluh satu. Sebagaimana Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :<br />
<br />
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْاَهِنُ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ<br />
<br />
"Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih
pada hari ketujuh". [HR Ibnu Majah, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, 2563].[3]<br />
<br />
العَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ أَوْ لأَرْبَعَ عَشَرَةَ أَوْ لإِحْدَ وَ عِشْرِيْنَ<br />
<br />
"Aqiqah disembelih pada hari ketujuh atau empat belas atau dua puluh
satu". [HR Al Baihaqi, dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’
Ash Shaghir, 4132]. <br />
<br />
Ada sebagian ulama, di antaranya Syaikh Shalih Fauzan yang berpendapat
bolehnya melakukan aqiqah selain waktu di atas tanpa batas. Namun,
mereka sepakat, bahwa yang utama pada hari ke tujuh. Sehingga,
berdasarkan pendapat ini, maka orang tua yang belum mampu pada
waktu-waktu tersebut dapat menundanya manakala sudah mampu.<br />
<br />
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: Para ulama menyatakan, jika tidak
memungkinkan pada hari ketujuh, maka pada hari keempat belas. Jika tidak
mungkin juga, maka pada hari kedua puluh satu. Dan bila tidak mungkin
juga, maka kapan saja. inilah aqiqah. [4]<br />
<br />
Sedangkan yang berkaitan dengan ketentuan jumlah kambingnya, untuk bayi
laki-laki dua kambing dan bayi wanita satu kambing. Ini berdasarkan
hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :<br />
<br />
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ <br />
<br />
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
mereka aqiqah untuk anak laki-laki dua kambing, dan anak perempuan satu
kambing". [HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah].<br />
<br />
Ketentuan kambingnya disini tidak dijelaskan jenisnya, harus jantan atau
boleh juga betina. Namun para ulama menyatakan, bahwa kambing aqiqah
sama dengan kambing kurban dalam usia, jenis dan bebas dari aib dan
cacat. Akan tetapi mereka tidak merinci tentang disyaratkan jantan atau
betina. Oleh karena itu, kata syah (شَاةٌ ) dalam hadits di atas,
menurut bahasa Arab dan istilah syari’at mencakup kambing atau domba,
baik jantan maupun betina. Tidak ada satu hadits atau atsar yang
mensyaratkan jantan dalam hewan kurban. Pengertian syah (شَاةٌ)
dikembalikan kepada pengertian syariat dan bahasa Arab.[5]<br />
<br />
Dengan demikian, maka sah bila seseorang menyembelih kambing betina
dalam kurban dan aqiqah, walaupun yang utama dan dicontohkan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah kambing jantan yang bertanduk.
Wallahu a’lam.<br />
<br />
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-74836329263851521682012-10-28T09:48:00.001-07:002012-10-28T09:48:52.710-07:00Seputar Nasikah (Aqiqah)<div style="text-align: center;">
<strong>Seputar Nasikah (Aqiqah)</strong></div>
Tanya:<br />
<br />
1. Bagaimana bentuk syukur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau dikaruniai seorang anak?<br />
2. Bagaimanakah hukumnya ‘aqiqah, adakah kemudahan bagi orang yang tidak mampu?<br />
<br />
Jawab:<br />
<br />
1. Adapun cara bersyukur kepada Allah adalah dengan melakukan
kewajiban-kewajiban syukur itu sendiri, yaitu: Meyakini dengan hati
bahwa nikmat itu datangnya dari sisi Allah, memuji Allah dengan lisannya
serta menyebut (menyandarkan) bahwa nikmat tersebut dari Allah, dan
menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Di antara bentuk kesyukuran yang sepantasnya dilakukan oleh setiap orang
tua secara umum adalah menyambut kelahiran anaknya dengan cara-cara
yang sesuai dengan syari’at dan menghindari amalan-amalan yang
bertentangan dengannya, seperti adzan dan iqomah di telinga bayi,
mengubur ari-ari bayi dengan tata cara tertentu dan selainnya,
mengadakan acara kemaksiatan (misalnya musik dan ikhtilath) di tengah
acara nasikah, dan selainnya. Di antara cara bersyukur adalah dia
memberikan nama-nama yang baik kepada anaknya serta mendidiknya dengan
pendidikan Islami yang benar.<br />
<br />
2. Sebelum kami menerangkan tentang hukum nasikah, maka terlebih
dahulu kami menegaskan bahwa penamaan acara penyembelihan untuk bayi
yang baru lahir dengan nama nasikah lebih utama daripada menamakannya
dengan nama ‘aqiqah berdasarkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya
dari kakeknya bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam ditanya tentang ‘aqiqah maka beliau bersabda :<span id="more-69"></span><br />
<br />
<strong>لاَ يُحِبُّ اللهُ الْعُقُوْقَ ، وَكَأَنَّهُ كَرِهَ الْاِسْمَ</strong><br />
<em>“Allah tidak menyukai ‘uquq (asal kata ‘aqiqah) –seakan-akan beliau tidak menyukai nama itu-” </em>(HR. Abu Daud 2842 dan An-Nasa`i (2/188) dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Al-Irwa: 4/392)<br />
Adapun hukum nasikah, ada dua pendapat di kalangan para ulama, ada yang
mewajibkan dan ada yang menyatakan sunnah. Pendapat yang paling kuat
adalah pendapat yang mengatakan hukumnya sunnah dengan dalil lanjutan
hadits ‘Amr bin Syu’aib di atas, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam bersabda :<br />
<br />
<strong>مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْسَكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَنْسَكْ عَنْهُ، عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ</strong><br />
<em>“Siapa yang ingin mengadakan nasikah untuk anaknya maka hendaklah ia
lakukan, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan anak perempuan satu
ekor”.</em><br />
<em><br />
</em>Sisi pendalilannya adalah: Beliau shallallahu alaihi wasallam
mengembalikan masalah nasikah kepada keinginan orang tua sang anak,
apakah dia ingin melakukannya ataukah tidak. Seandainya hukumnya wajib,
niscaya beliau tidak akan mengembalikannya kepada keinginan seseorang.<br />
<br />
Setelah kita mengetahui bahwa hukum dari nasikah ini adalah sunnah, maka
tentunya ada keringanan bagi orang yang tidak mampu untuk tidak
mengerjakannya, oleh karena itu kita tidak boleh mengatakan kepada
seorang yang miskin: “Pergi dan cari pinjaman untuk acara nasikah”.<br />
<br />
Adapun bila anaknya lahir pada pertengahan bulan sedangkan dia belum
mempunyai uang saat itu, akan tetapi dia akan menerima gajinya pada
akhir bulan, maka apakah dia harus meminjam uang dan membayarnya pada
akhir bulan atau dia menunggu sampai akhir bulan? Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
menyatakan bahwa yang lebih baik adalah dia menunggu sampai akhir bulan
lalu melaksanakan nasikah. (Lihat Syarhul Mumti’ : 7/536)Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-14379798118520751842012-10-24T12:47:00.000-07:002012-10-24T12:48:12.400-07:00Derajat Hadits Puasa Hari Tarwiyah<div style="text-align: center;">
<span style="color: #999999;"><b>Derajat Hadits Puasa Hari Tarwiyah</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #999999;"><br /> Oleh: </span>
<span style="color: #999999;"><b>Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTBLOmNG_c4AjmZ6De7kyPoDhvT5U1jMFlTmyfP-9g5G1ix418s" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" class="rg_hi alignleft" height="149" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTBLOmNG_c4AjmZ6De7kyPoDhvT5U1jMFlTmyfP-9g5G1ix418s" width="200" /></a></div>
<br />
<span style="color: #999999;"><span style="color: #38761d;"><i><span style="font-size: x-large;">Sudah
terlalu sering saya ditanya tentang puasa</span></i></span> pada hari tarwiyah (tanggal
delapan Dzulhijjah) yang biasa diamalkan oleh umumnya kaum muslimin.
Mereka berpuasa selama dua hari yaitu pada tanggal delapan dan sembilan
Dzulhijjah (hari Arafah). Dan selalu pertanyaan itu saya jawab : Saya
tidak tahu! Karena memang saya belum mendapatkan haditsnya yang mereka
jadikan sandaran untuk berpuasa pada hari tarwiyah tersebut.</span><br />
<span style="color: #999999;">Alhamdulillah, pada hari ini 3 Agustus
1987 [seperti tertulis di dalam buku, admin] saya telah menemukan
haditsnya yang lafadznya sebagai berikut.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="color: #999999;"><span style="font-family: Traditional Arabic; font-size: large;">صوم يوم التروية كفارة سنة، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين</span></span></div>
<span style="color: #999999;">“Artinya : Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.<span id="more-8595"></span></span><br />
<span style="color: #999999;">Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :</span><br />
<span style="color: #999999;">[1]. Abu Syaikh dari :<br /> [2]. Ali bin Ali Al-Himyari dari :</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [3]. Kalbiy dari :</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [4]. Abi Shaalih dari :</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [5]. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)</span>
<br />
<span style="color: #999999;">Saya berkata : Hadits ini derajatnya <b>maudhu’ (موضوع)</b>.</span><br />
<span style="color: #999999;"></span><br />
<a name='more'></a><br />
Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
<br />
<br />
<span style="color: #999999;"><b>Pertama:</b> Kalbi (no. 3) yang namanya : <b>Muhammad bin Saaib Al-Kalbi</b>.
Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan
Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi
Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di
atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).</span><br />
<br />
<span style="color: #999999;">Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan
dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbi ini
dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil:</span><br />
<br />
<span style="color: #999999;">[1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar<br /> [2]. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [3]. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [4]. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim</span>
<span style="color: #999999;"><br /> [5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar</span>
<br />
<br />
<span style="color: #999999;"><b>Kedua :</b> Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang <b>majhul</b> (tidak dikenal).</span><br />
<br />
<span style="color: #999999;"><b>Kesimpulan:</b></span><br />
<span style="color: #999999;">[1]. Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya <b>bid’ah</b>. Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits <b>palsu/maudhu’</b>
yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan
dalil, bahkan membawakan hadits maudlu’ bukan dengan maksud menerangkan
kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram dengan kesepakatan para
ulama.</span><br />
<span style="color: #999999;">[2]. Puasa pada hari Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di bawah ini.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="color: #999999;"><span style="font-family: Traditional Arabic; font-size: large;">صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى
قَبْلَهُ</span><span style="font-family: Traditional Arabic; font-size: large;"><br />
</span></span></div>
<span style="color: #999999;">“Artinya : … Dan puasa pada hari Arafah
–aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah
lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’
(tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu
tahun yang telah lalu”. [Shahih riwayat Imam Muslim (3/168), Abu Dawud
(no. 2425), Ahmad (5/297, 308, 311), Baihaqi (4/286) dan lain-lain]</span><br />
<span style="color: #999999;">Kata ulama : Dosa-dosa yang dihapuskan di sini adalah dosa-dosa yang<b> kecil</b>. Wallahu a’lam!</span><br />
<br />
<span style="color: #999999;">Disalin dari kitab<b> Al-Masaa’il Jilid 2 (Masalah 48)</b>
hal. 176-178 , oleh guru kami Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
~semoga Allah menjaganya~. (Pustaka Darus Sunnah – Jakarta, Cetakan 4,
Th. 1427H/2007M)</span><br />
<span style="color: #999999;">Artikel: <a href="http://moslemsunnah.wordpress.com/2011/11/03/puasa-hari-tarwiyah-8-dzulhijjah-oleh-al-ustadz-abdul-hakim-bin-amir-abdat/">Moslemsunnah.Wordpress.com</a></span><br />
<span style="color: black;"><span style="color: red;"><b><a href="http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/11/14/kapankah-waktu-puasa-arafah-oleh-al-ustadz-abdul-hakim-bin-amir-abdat/"><span style="color: red;"></span></a></b></span></span>Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-12822880666550752092012-10-24T12:38:00.001-07:002012-10-24T12:40:51.487-07:00Kapankah Waktu Puasa Arafah?<div style="text-align: center;">
<span style="color: #999999;"><b>Kapankah Waktu Puasa Arafah?</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #999999;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #999999;"> Oleh:<b> Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<a href="http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/11/14/kapankah-waktu-puasa-arafah-oleh-al-ustadz-abdul-hakim-bin-amir-abdat/"><span class="rg_hl uh_hl" style="height: 189px; width: 267px;"></span></a><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSm4wIpPK82VasMiJVrJ_9M4fgkYcn-N7EbjIiLjnYg_mE-uOpPhw" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="" border="0" class="rg_hi uh_hi alignleft" height="141" id="rg_hi" src="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSm4wIpPK82VasMiJVrJ_9M4fgkYcn-N7EbjIiLjnYg_mE-uOpPhw" width="200" /></a></div>
<span style="color: black;"><span style="color: #3d85c6;"><i><span style="font-size: x-large;">Dari Abu Qatadah Al-Anshariy (ia
berkata)</span></i></span><span style="color: #999999;">,” Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah
di tanya tentang (keutamaan) puasa pada hari Arafah?” Maka beliau
menjawab, “ Menghapuskan (kesalahan) tahun yang lalu dan yang
sesudahnya.” (HR. Muslim no.1162 dalam hadits yang panjang)</span></span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"><b>Fiqih Hadits:</b></span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<a name='more'></a><span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;">Didalam hadits yang mulia ini terdapat
dalil dan hujjah yang sangat kuat tentang waktu puasa Arafah, yaitu pada
hari Arafah ketika manusia wuquf di Arafah. Karena puasa Arafah ini
terkait dengan <b>waktu </b>dan<b> tempat</b>. Bukan dengan waktu saja seperti umumnya puasa-puasa yang lain. <span style="text-decoration: underline;">Oleh
karena puasa Arafah itu terkait dengan tempat, sedangkan Arafah hanya
ada di satu tempat yaitu di Saudi Arabia di dekat kota Makkah bukan di
Indonesia atau di negeri-negeri yang lainnya, maka waktu puasa Arafah
adalah ketika kaum muslimin wuquf di Arafah.</span> </span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;">Seperti tahun ini
1425 H/2004 M [seperti tertulis di dalam buku, admin] wuquf jatuh pada
hari Rabu, maka kaum muslimin di Indonesia dan di seluruh negeri puasa
Arafahnya pada hari Rabu dan ‘Iedul Adha-nya pada hari Kamis. Bukan
sesudahnya, yakni puasanya pada hari kamis dan ‘iednya pada hari Jum’at,
dengan alasan? mengikuti ru’yah di negeri masing-masing seperti halnya
bulan Ramadhan dan ‘Iedul Fithri. <span style="text-decoration: underline;">Pendapat
ini batil kalau tidak mau dikatakan sangatlah batil, karena telah
menyalahi ketegasan hadits di atas, di mana Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam di tanya tentang puasa pada hari Arafah,
yakni pada hari ketika manusia wuquf di Arafah. Adapun hari sesudahnya
bukan hari Arafah lagi tetapi hari ‘Ied, dan lusanya bukan hari ‘Ied
lagi tetapi hari Tasyrik.</span> <b>Ini yang pertama!</b></span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"><b>Yang kedua, </b>hujjah di
atas lebih lemah dari sarang laba-laba, karena telah mempergunakan qiyas
ketika nash telah ada. Kaidah fiqqiyyah mengatakan, “Apabila nash telah
datang, maka batallah segala pendapat”.</span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"><b>Yang ketiga,</b> qiyas yang
mereka gunakan merupakan qiyas yang berbeda dengan apa yang di qiyaskan
atau qiyas faariq. Tidak dapat disamakan hukumnya antara Ramadhan dan
‘Iedul Fithri tanggal satu Syawwal dengan puasa hari Arafah dan ‘Iedul
Adha. <span style="text-decoration: underline;">Maka sabda Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam , “Puasalah karena melihat ru’yah
(Ramadhan), dan berbukalah ketika melihat ru’yah (Syawwal)”.</span>
Jelas sekali untuk puasa di bulan Ramadhan dan ‘Iedul Fithri, bahwa
masing-masing negeri atau negeri-negeri yang saling berdekatan mempunyai
ru’yah masing-masing menurut pendapat sebagian ulama sebagaimana saya
telah jelaskan dengan luas di <b>Al-Masaa-il jilid 2 masalah ke 39.</b></span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"><b>Yang keempat</b>, sebagian dari mereka mengatakan, “Kami melaksanakan dalam rangka menaati dan mengikuti ulil amri!”</span><br />
<span style="color: #999999;">Ini adalah perkataan yang sangat batil
yang telah menjadikan ulil amri sebagai tuhan-tuhan selain Allah yang
telah menetapkan kepada mereka sebuah syari’at walaupun menyalahi
Syari’at Rabbul ‘alamin. Oleh karena itu tidak ada seorangpun Ulama yang
mengatakan secara mutlak ketaatan kepada ulil amri seperti perekataan
yang sangat batil di atas. Akan tetapi mereka selalu mengkaitkan dengan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila perkataan atau ketetapan
ulil amri menyalahi ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka tidak boleh
didengar dan tidak boleh ditaati, karena tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam rangka maksiat kepada Rabbul ‘alamin sebagaimana telah di
jelaskan dalam hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini. Selain
perkataan dan perbuatan mereka diatas menyerupai manhaj Khawarij secara
khusus dan manhaj ahli bid’ah secara umum, yaitu berdalil dengan
dalil-dalil umum atau mutlak dengan meninggalkan dalil-dalil yang tidak
bersifat umum atau mutlak. Maka ikutilah penjelasan tafsirnya berikut
ini:</span><br />
<h4 style="text-align: right;">
<span style="color: #999999;"><span class="aya_text" id="aya_004059" style="text-decoration: underline;">
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا <span style="font-size: .92em;">﴿٥٩﴾</span> </span></span></h4>
<span style="color: #999999;">“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah
Allah dan ta’atilah Rasul (-Nya), dan ulil amri diantara kamu. kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih
utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” <b>(Qs. An-Nisaa’: 59)</b></span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;">Dalam ayat yang mulia iniAllah telah
memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya secara mutlak. Oleh karena itu Allah mengulang<b> fi’il</b> (kata kerja)<b> ” athi’u ” (</b><span class="aya_text_selected" id="aya_004059" style="text-decoration: underline;">أَ<b>طِيعُوا)</b></span>ketika memerintahkan untuk menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya. Adapun ketaatan kepada<b> ulil amri </b>tidak
secara mutlak, tetapi terkait dengan ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya. Oleh karena itu Allah tidak mengulang kata kerja (fi’il)
athi’u ketika memerintahkan untuk menaati ulil amri. Karena tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Apabila ulil amri memerintahkan kepada kita untuk maksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya atau perintahnya menyalahi Al-Kitab dan Sunnah, maka tidak
boleh didengar dan ditaati sebagaimana telah di jelaskan di dalam
Al-Kitab dan Sunnah dari hadits-hadits shahih. Karena kalau kita taati
perintah ulil amri yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka
kita telah menjadikan ulil amri tersebut sebagai tuhan-tuhan selain dari
Allah yang ditaati perintah dan larangannya secara mutlak sebagaimana
perbuatan Ahli Kitab dari orang-orang Yahudi dan Nashara. Tetapi sangat
pentimg kita ketahui, bahwa larangan tidak boleh mendengar dan mentaati
perintah ulil amri yang menyalahi Al-Kitab dan Sunnah, tidaklah
mewajibkan kepada kita untuk memberontak yang kemudian menjatuhkannya
atau yang semakna dengannya sebagaimana perbuatan ahli bid’ah dan
firqoh-firqoh sesat seperti khawarij dan mu’tazilah dan yang sepaham
dengan mereka. Tetapi ada cara yang diajarkan oleh islam dalam
menasehati dan memperingati ulil amri yang zhalim atau yang
memerintahkan maksiat atau yang perintahnya menyalahi keputusan Allah
dan Rasul-Nya.</span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;">Sedangkan yang dimaksud dengan ketaatan
kepada Allah ialah dengan berpegang dan mengikuti kitab-Nya Al-Qur’an.
Dan ketaatan kepada Rasul dengan berpegang dan mengikuti Sunnahnya. Ayat
yang mulia ini (Qs.An-Nisaa’: 59, admin) menjadi sebesar-besar dalil
dan hujjah akan kedudukan dan ketinggian serta kemuliaan Sunnah, bahwa
menaati Rasul yakni dengan mengikuti Sunnahnya secara mutlak, baik
terdapat di dalam Al-Qur’an atau tidak, sama saja, kewajiban kita
mentaati dan mengikutinya. Jelas sekali dari ayat yang muliakita
mengetahui, bahwa orang yang meninggalkan Sunnah dengan sendirinya dia
telah meninggalkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak menaati Allah secara
mutlak. Dari sini pun kita mengetahui, bahwa orang yang menjadikan dalil
aqli (yang diputuskan oleh akal) sebagai asas, kemudian dalil
naqli(yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah) mengikutinya, yang pada
hakekatnya mereka telah menjadikan akal-akal mereka sebagai raja yang
memerintahkan` dua wahyu yang mulia (Al-Kitab dan Sunnah). Mereka inilah
orang-orang yang tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan
tingkat kesesatan mereka.</span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;">Kemudian , pada bagian kedua dari ayat yang mulia ini, Allah <i>Tabaaraka wa Ta’ala</i>
telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengembalikan
segala sesuatu yang mereka perselisihkan dari urusan dunia dan akherat
kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni kepada Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya.
Karena didalam Al-Kitab dan Sunnah itulah mereka akan mendapati
penjelasan danpenyelesaian tentang hukum yang mereka perselisihkan.
Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi ketika Allah memerintahkan untuk
mengembalikan segalaperselisihan kepada Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya
kemudian mereka benar-benar mengembalikan kepada keduanya. Dengan
syarat, tentunya mengembalikan kepada keduanya itu dengan cara yang
benar, yaitu dengan ilmu dan keadilan bukan dengan kebodohan dan hawa.
Dan hal ini menjadi bukti bahwa kita memang benar-benar beriman kepada
Allah dan hari akhir. Kemudian buah yang akan dihasilkan dari
mengembalikan segala urusan perselisihan kepada Al-Kitab dan Sunnah
ialah penyelesaiannya akan berakhir dengan kebaikan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat kamu.</span><br />
<span style="color: #999999;"><br /></span>
<span style="color: #999999;"> Disalin dari Kitab <b>Al-Masaa-il Jilid 5 (Masalah 110)</b> hal. 88-92 oleh guru kami <b>Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat</b> ~semoga Allah menjaganya~. (Pustaka Darus Sunnah – Jakarta, Cetakan 1, November 2005)</span>Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-33357389948014390802012-09-29T10:52:00.000-07:002012-09-29T10:52:20.263-07:00 Tiga Amalan Harian Muslim <span style="color: #6aa84f;"><span id="sasText" style="left: -9999px; position: fixed; top: 0px;"></span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTOsH-44_aF-utxUhb0iamB1tVOhk_DjkTrs40zl4U0k4sYox3W" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTOsH-44_aF-utxUhb0iamB1tVOhk_DjkTrs40zl4U0k4sYox3W" width="200" /></a></div>
<i>Saudaraku</i>,
setiap waktu merupakan ladang pahala bagi setiap muslim… Oleh sebab
itu, janganlah kau lewatkan setiap jengkal waktu yang engkau lalui
dengan kesia-siaan dan merugikan diri sendiri.<br />
Berikut ini, akan kami sebutkan tiga buah amalan yang agung di sisi
Allah, amalan yang dicintai-Nya, amalan yang akan mendekatkan dirimu
kepada-Nya, amalan yang akan menentramkan hatimu dimanapun kau berada,
amalan yang akan menjadi tabunganmu menyambut hari esok setelah
ditiupnya sangkakala dan hancurnya dunia beserta segenap isinya…<br />
Semoga Allah mengumpulkan kita bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang salih di dalam surga-Nya…, <i>Allahumma amin</i>.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<b>[1] Perbanyaklah berdzikir kepada-Nya</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Allah <i>ta’ala</i> berfirman (yang artinya), <i>“Ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku pun akan mengingat kalian.”</i> (<b>QS. al-Baqarah: 152</b>). Allah <i>ta’ala</i> berfirman (yang artinya), <i>“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya…”</i> (<b>QS. al-Ahzab: 41</b>). Allah <i>ta’ala</i> berfirman (yang artinya), <i>“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah.”</i> (<b>QS. al-Munafiqun: 9</b>). Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Tidaklah
suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah, melainkan pasti malaikat
akan menaungi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman turun kepada
mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut nama mereka di hadapan malaikat
yang di sisi-Nya.”</i> (<b>HR. Muslim</b>)<br />
<br />
<b>[2] Tetaplah berdoa kepada-Nya</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Allah <i>ta’ala</i> berfirman (yang artinya), <i>“Rabb kalian
berfirman; Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri sehingga tidak mau beribadah
(berdoa) kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina.” </i>(<b>QS. Ghafir: 60</b>). Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Tiada suatu urusan yang lebih mulia bagi Allah daripada doa.”</i> (<b>HR. al-Hakim</b>). Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah subhanah, maka Allah murka kepada dirinya.” </i>(<b>HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah</b>). Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Rabb
kita tabaraka wa ta’ala setiap malam yaitu pada sepertiga malam
terakhir turun ke langit terendah dan berfirman, ‘Siapakah yang mau
berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, siapakah yang mau meminta
kepada-Ku niscaya Aku beri, siapa yang mau meminta ampunan kepada-Ku
niscaya Aku ampuni.” </i>(<b>HR. Bukhari dan Muslim</b>)<br />
<br />
<i> </i><br />
<b>[3] Mohon ampunlah kepada-Nya</b><br />
<br />
Allah <i>ta’ala</i> berfirman (yang artinya), <i>“Tidaklah Allah
akan menyiksa mereka sementara kamu berada di tengah-tengah mereka, dan
tidaklah Allah akan menyiksa mereka sedangkan mereka selalu
beristighfar/meminta ampunan.” </i>(<b>QS. al-Anfal: 33</b>). Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Demi Allah, sesungguhnya aku setiap hari meminta ampunan dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali.”</i> (<b>HR. Bukhari</b>).<br />
<i>Saudaraku</i>,… perjalanan waktu menggiring kita semakin mendekati kematian… Oleh sebab itu marilah kita isi umur kita dengan <a href="http://muslim.or.id/tag/dzikir">dzikir</a>,
doa, dan taubat kepada-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang
dicintai-Nya, diampuni oleh-Nya, dan mendapatkan rahmat dari-Nya…<br />
Sumber:<br />
<i>Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a</i> karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr<br />
<br />
Penulis: <a href="http://abumushlih.com/">Abu Mushlih Ari Wahyudi</a><br />
Artikel <a href="http://muslim.or.id/">www.muslim.or.id</a><br />
<div id="credit">
<br /></div>
<br /><br />Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5034118552882445610.post-61767936721091165082012-09-17T11:50:00.002-07:002012-09-17T12:10:28.338-07:00Fatwa Seputar Film yang Menghina Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRxWyFbZ6h1LhPB9lUeBw76ITnoXOkNMnZcqd9GTlSc7QsuqODD" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRxWyFbZ6h1LhPB9lUeBw76ITnoXOkNMnZcqd9GTlSc7QsuqODD" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: left; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Oleh : <i><span style="font-size: x-large;">Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah</span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Pertanyaan :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Fadhilatusy
Syaikh, semoga Allah memberi taufiq kepada Anda. Pertanyaan yang masuk
banyak sekali. Di antaranya ada yang bertanya tentang bimbingan Anda
bagi para penuntut ilmu dan juga selain mereka tentang apa yang terjadi
akhir-akhir ini berkaitan dengan film yang menghina Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam. Apa bimbingan Anda dalam hal ini?</span></div>
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5034118552882445610" name="more"></a><br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Jawaban :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Bimbingan
kami dalam hal ini adalah : hendaknya kita tetap tenang dan tidak
mengingkari hal ini dengan cara-cara seperti demonstrasi, mendhalimi
orang-orang yang tidak memiliki keterkaitan dengan hal ini, atau merusak
harta benda. Ini adalah cara-cara yang tidak diperbolehkan. Yang wajib
untuk membantah mereka adalah para ulama, bukan orang awam! Para
ulamalah yang berhak membantah dalam perkara-perkara ini. Hendaknya kita
senantiasa tenang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Orang-orang
kafir itu ingin mengganggu kita serta memancing amarah kita. Ini yang
mereka inginkan. Mereka juga ingin agar kita saling membunuh. Aparat
keamanan berusaha menghalang-halangi, sedangkan yang lain (para
demonstran muslim) berusaha menyerang, sehingga terjadilah pemukulan,
pembunuhan, dan banyak yang terluka. Mereka menginginkan hal ini.
Hendaknya kita senantiasa tenang, hendaknya kita senantiasa tenang. Yang
berhak untuk membantah mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan
bashirah, atau hendaknya mereka tidak perlu dibantah. Orang-orang yang
membantah mereka jugat tidak boleh disamaratakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dahulu
orang-orang musyrik berkata terhadap Rasul shallallahu 'alaihi wa
sallam, "Penyihir…dukun…tukang bohong…," dan sebagainya, dan Allah
memerintahkan RasulNya untuk bersabar. Kaum muslimin ketika itu tidak
melakukan demonstrasi di Mekkah, tidak menghancurkan sedikitpun dari
rumah-rumah kaum musyrikin, juga tidak membunuh seorangpun. Sabar dan
tenang, sampai Allah subhanahu wa ta'ala memudahkan adanya jalan keluar
bagi kaum muslimin.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Yang
wajib dilakukan adalah tenang, khususnya di hari-hari ini, di saat
munculnya banyak fitnah dan kejelekan di negeri-negeri kaum muslimin.
Wajib untuk tenang dan tidak tergesa-gesa dalam masalah-masalah ini.
Orang-orang awam tidaklah pantas untuk menghadapinya. Mereka bodoh,
tidak memahami hakikat masalah. Tidak boleh menghadapi masalah ini
kecuali orang yang memiliki ilmu dan bashirah. Na'am.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sumber : klik <a href="http://alturl.com/76drj" target="_blank">di sini</a></span></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Catatan
: Fatwa tersebut termasuk dalam rangkaian tanya jawab pada kajian
Shifatush Shalat dari kitab 'Umdatul Fiqh oleh Syaikh Al Fauzan
hafidhahullah ba'da Maghrib di Masjid Jami' Mut'ib bin Abdul Aziz,
Malaz, Riyadh, Arab Saudi pada hari Sabtu, 28 Syawal 1433 H (15
September 2012).</span></div>
Kafka.Naurahttp://www.blogger.com/profile/02967121365425299397noreply@blogger.com0