Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Di antara orang yang berbahagia dengan permohonan ampun dan do’a para
Malaikat adalah seorang hamba yang duduk di masjid untuk menunggu shalat
dalam keadaan berwudhu’.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَدُكُمْ مَا قَعَدَ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فِيْ صَلاَةٍ مَا لَمْ
يُحْدِثْ تَدْعُوْ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ :اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ."
“Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia
berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendo’akannya:
‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’” [1]
Imam Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab Shahiihnya
dan memberinya judul: “Bab Keutamaan Duduk di Masjid dalam Rangka
Menunggu Shalat, Shalawat Malaikat dan Do’a Malaikat kepadanya, Selama
Ia Tidak Mengganggu Orang Lain dan Selama Wudhu’nya Tidak Batal.” [2]
Allaahu Akbar! Sungguh sebuah amal yang sangat mudah dilakukan, tetapi
pahalanya sangatlah besar. Seseorang duduk dalam keadaan berwudhu’ untuk
menunggu datangnya waktu shalat, maka seakan-akan ia berada dalam
shalat dan para Malaikat mendo’akannya agar ia mendapatkan ampunan dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kasih sayang -Nya.
Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami, saudara-saudara kami, juga
anak-anak kami dari amal yang sangat mulia dan penuh keberkahan ini.
Kabulkanlah, wahai Rabb Yang Mahaagung lagi Mahamulia.
Para ulama Salaf kita sangat gigih melakukan amal yang sangat mulia ini,
dan di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnul Mubarak, dari ‘Atha' bin as-Sa-ib, beliau
berkata: “Kami datang kepada Abu ‘Abdirrahman as-Sulami -ia adalah
‘Abdullah bin Hubaib- yang menunggu wafatnya di masjid. Lalu kami
berkata: ‘Alangkah baiknya jika engkau pindah ke tempat tidur, karena di
sana autsar (lebih nyaman).’”
Al-Husain -salah satu perawi- berkata, “Autsar maknanya adalah lebih nyaman.”
Beliau berkata: “Fulan meriwayatkan kepadaku, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِيْ صَلاَةٍ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ.
‘Senantiasa salah seorang di antara kalian mendapatkan pahala shalat
selama ia berada di masjid tempat ia shalat untuk menunggu shalat.’” [3]
Di dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan: “Para Malaikat berkata: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’”
Beliau (Abu ‘Abdirrahman as-Sulami) berkata: “Aku ingin mati ketika aku berada di dalam masjid.” [4]
Ya Allah, sayangilah hamba-Mu ini, dan jadikanlah kami sebagai orang
yang menempuh jalan yang telah ditempuhnya. Kabulkanlah ya Allah, wahai
Yang Mahahidup lagi Mahaberdiri sendiri.
Keutamaan lain yang akan didapat oleh orang yang duduk menunggu shalat
-dengan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala-, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira bahwasanya orang yang
berdo’a di antara waktu adzan dan iqamat, niscaya do’anya itu tidak akan
ditolak. Para Imam (yaitu Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ibnu
Hibban dan Imam Dhi-ya-uddin al-Maqdisi) meriwayatkan dari Anas
Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ، فَادْعُوْا.
‘Sesungguhnya do’a (yang dipanjatkan) di antara adzan dan iqamat tidak akan pernah ditolak, karena itu berdo’alah.’” [5]
Imam Ibnu Khuzaimah membuat bab pada hadits ini dengan judul: “Bab
Dianjurkannya Berdo’a Antara Adzan dan Iqamat dengan Harapan bahwa
Do’anya Tersebut Tidak Ditolak.”
Ya Allah, jadikanlah do’a tersebut sebagai karunia-Mu yang besar kepada
kami. Kabulkanlah semua permohonan kami, wahai Rabb semesta alam.
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man
Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam
Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do'akan Malaikat, Penerjemah Beni
Sarbeni, Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ush Shalaah bab
Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah wa Intizhaarish Shalaah (I/460 no. 469 (276)).
[2]. Shahiih Ibni Khuzaimah, kitab al-Imaamah fish Shalaah (II/ 376).
[3]. Kitab az-Zuhd, bab Fadhlul Masyi' ilash Shalaah wal Juluus fil Masjid Dzaalika, no. 420, hal. 141-142.
[4]. Ath-Thabaqaatul Kubra (VI/174-175).
[5]. Al-Musnad (XXI/247 no. 13668 cet. Mu-assasah ar-Risalah), dengan
lafazh dari beliau. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab
ash-Shalaah (I/222 no. 427), al-Ihsaan fii Taqriibi Shahiih Ibni Hibban
kitab ash-Shalaah bab al-Adzan (IV/593-594 no. 1696), al-Ahaadiits
al-Mukhtaarah, bagian Musnad Anas bin Malik z (IV/392-393 no. 1562).
Syaikh Syu’aib al-Arna-uth dan rekan-rekannya berkata dalam catatan
pinggir kitab al-Musnad (XXI/247): “Sanadnya shahih.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar