SHALAWAT PARA MALAIKAT BAGI ORANG YANG DUDUK DI MASJID SETELAH MELAKSANAKAN SHALAT
Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Di antara orang-orang yang berbahagia dengan shalawat para Malaikat
kepada mereka adalah orang-orang yang tetap duduk di masjid setelah
melaksanakan shalat.
Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah:
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
اَلْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ
الَّذِي صَلَّى فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.
‘Para Malaikat akan selalu bershalawat kepada salah seorang di antara
kalian selama ia berada di masjid dimana ia melakukan shalat, hal ini
selama ia wudhu’nya belum batal [1], (para Malaikat) berkata: ‘Ya Allah,
ampunilah ia, ya Allah, sayangilah ia.’”[2]
2. Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan pula dari Abu ‘Abdirrahman, ia
berkata: “Aku mendengar ‘Ali berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا جَلَسَ فِيْ مُصَلاَّهُ بَعْدَ الصَّلاَةِ صَلَّتْ
عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ، وَصَلاَتُهُمْ عَلَيْهِ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ. وَإِنْ جَلَسَ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ صَلَّتْ
عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ وَصَلاَتُهُمْ عَلَيْهِ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.
‘Sesungguhnya jika seorang hamba duduk di masjid setelah melaksanakan
shalat, maka para Malaikat akan bershalawat untuknya, dan shalawat
mereka kepadanya adalah dengan berkata: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya
Allah, sayangilah ia.’ Jika ia duduk untuk menunggu shalat, maka para
Malaikat akan bershalawat kepadanya, shalawat mereka kepadanya adalah
dengan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’” [3]
3. Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Atha' bin as-Sa-ib, ia berkata: “Aku
mendatangi ‘Abdurrahman as-Sulami, pada waktu itu beliau telah
melakukan shalat Fajar dan sedang duduk di dalam majelis, aku berkata
kepadanya: ‘Seandainya engkau pergi ke tempat tidur, tentu hal tersebut
akan lebih baik bagimu.’ Beliau berkata: ‘Aku mendengar ‘Ali berkata:
‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ جَلَسَ فِيْ مُصَلاَّهُ صَلَّتْ عَلَيْهِ
الْمَلاَئِكَةُ وَصَلاَتُهُمْ عَلَيْهِ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ،
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، وَمَنْ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ صَلَّتْ عَلَيْهِ
الْمَلاَئِكَةُ وَصَلاَتُهُمْ عَلَيْهِ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ،
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.
"Barangsiapa yang melakukan shalat Fajar, lalu ia duduk di masjid, maka
para Malaikat akan bershalawat kepadanya, dan shalawat mereka kepadanya
adalah dengan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah
ia.’ Dan jika ia duduk untuk menunggu shalat, maka para Malaikat akan
bershalawat kepadanya, shalawat mereka kepadanya adalah dengan berdo’a:
‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’” [4]
Syaikh Ahmad ‘Abdurrahman al-Banna memberikan bab pada hadits di atas
dengan judul: “Bab Keutamaan Duduknya Orang yang Telah Melaksanakan
Shalat di Masjid.” [5]
Beliau rahimahullah menta'liq (memberikan komentar) terhadap apa-apa
yang berhubungan dengan bab ini, beliau berkata: “Hadits dalam bab ini
menunjukkan bahwa orang yang telah melaksanakan shalat dianjurkan untuk
duduk di tempat shalatnya untuk menunggu shalat yang berikutnya. Hal itu
jika ia tidak sibuk dengan urusan dunia yang sangat diperlukan atau
melaksanakan sebagian dzikir, karena para Malaikat mendo’akannya agar
mendapatkan ampunan dan rahmat selama ia berada pada tempat shalatnya
selama wudhu’nya belum batal, sebagaimana diterangkan di dalam
hadits-hadits lainnya.” [6]
Lalu beliau mengisyaratkan sebuah pertanyaan dan dijawab oleh beliau
sendiri. Beliau berkata: “Jika ada yang bertanya: ‘Apakah hal ini umum
untuk semua shalat atau khusus untuk shalat Shubuh saja seperti yang
tampak di dalam hadits?’ Maka menurutku hal ini umum pada setiap shalat
dengan dalil semua hadits yang telah kami sebutkan dengan redaksi yang
umum untuk semua shalat. Sedangkan menyebutkan waktu Shubuh dan ‘Isya'
hanyalah sebuah penekanan agar diperhatikan, ini adalah sebuah ungkapan
umum setelah ungkapan khusus sebagaimana yang terungkap di dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
‘Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat Wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.’ [Al-Baqarah:
238]
Wallaahu a’lam.” [7]
Kesimpulannya, bahwa di antara orang yang dido’akan oleh para Malaikat
adalah orang-orang yang tetap duduk di masjid selama wudhu’nya tidak
batal.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk dari golongan mereka dengan keutamaan-Nya. Aamiin yaa Dzal Jalaali wal Ikraam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa tetap
duduk di masjid setelah shalat adalah termasuk amal-amal yang menjadi
bahan pembicaraan di kalangan para Malaikat, tegasnya mereka semua ingin
membawa amalan tersebut ke langit, dan hal ini merupakan amal-amal yang
dapat menghapuskan dosa. Barangsiapa yang melakukannya, niscaya ia akan
hidup dengan baik dan wafat dengan baik, ia akan dibersihkan dari
kesalahan bagaikan seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya.
Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُوْرَةٍ
قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ
تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ،
قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ
ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيْمَ
يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ
وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ
وَالْمَشْيُ عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ
الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ
بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ."
‘Malam tadi Rabb-ku datang kepadaku dalam bentuk yang paling indah, aku
menyangkan bahwa itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia berfirman
kepadaku, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan
pembicaraan para Malaikat [8]?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Lalu
Allah meletakkan tangan-Nya di antara kedua pundakku, sehingga aku
merasakan dingin di dada atau di dekat tenggorokan, maka aku tahu apa
yang ada di langit dan bumi. Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, tahukah
engkau apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat?’ Aku menjawab,
‘Ya, aku tahu. Mereka membicarakan al-kafarat.’ Al-kafarat itu adalah
berdiam di masjid setelah shalat, melangkahkan kaki menuju shalat
berjama’ah, dan menyempurnakan wudhu’ dalam keadaan yang sangat dingin.
Barangsiapa yang melakukannya, maka ia akan hidup dengan baik dan wafat
dengan baik pula, ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari di
mana ia dilahirkan dari (rahim) ibunya.” [9]
Allaahu Akbar! Sungguh sangat agung pahala orang-orang yang melakukan
tiga amalan seperti itu. Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang
menjaga amalan ini, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
Pantas kiranya jika kita mengungkapkan dua pertanyaan tentang tetap
duduk di masjid setelah shalat dengan berusaha untuk menjawab
masing-masing pertanyaan tersebut -dengan izin Allah Subhanahu wa
Ta’ala- yaitu:
Pertama: Apakah untuk mendapatkan shalawat dari para Malaikat
disyaratkan untuk berdiam di masjid, tempat ia melaksanakan shalat, atau
ia mendapatkannya walaupun ia pindah ke masjid yang lainnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan membawakan apa yang diungkapkan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-‘Allamah al-‘Aini ketika mereka berdua
menjelaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّّى عَلَيْهِ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ.
“Maka jika seseorang melaksanakan shalat, senantiasa para Malaikat bershalawat kepadanya selama ia berada di masjid.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Makna dari mushalla adalah sebuah tempat
yang biasa digunakan untuk shalat dalam bentuk sebuah masjid. Dan aku
mengira bahwa redaksi ini melihat kepada suatu kebiasaan, artinya
seandainya seseorang pindah ke masjid lain dan terus dengan niatnya
semula untuk menunggu shalat, maka ia tetap mendapatkan pahala yang
dijanjikan baginya.” [10]
Al-‘Allamah al-‘Aini berkata: “Kata مُصَلاَّهُ -dengan mim yang
didhammahkan- adalah sebuah tempat yang digunakan untuk melaksanakan
shalat. Aku mengira redaksi ini melihat kepada suatu kebiasaan. Artinya,
seandainya seseorang pindah ke masjid lain dan terus dengan niatnya
semula untuk menunggu shalat, maka ia tetap mendapatkan pahala yang
dijanjikan untuknya.”[11]
Kedua: Apakah para wanita yang biasa duduk di tempat shalatnya di rumah
mendapatkan pahala yang ditetapkan bagi kaum lelaki yang duduk di
masjid, yaitu shalawat dari para Malaikat?
Saya jawab: Diharapkan -dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala- bahwa
mereka juga mendapatkan pahala yang telah ditetapkan, karena mereka
semua tidak diwajibkan untuk datang ke masjid, bahkan shalat di rumah
mereka lebih utama daripada shalat di masjid. Oleh karena itu, duduk di
tempat shalat mereka di rumah tentu akan lebih baik daripada duduk di
masjid. Wallaahu Ta’aalaa a’lamu bish shawaab.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rahimahullah telah menjawab pertanyaan yang sama dengan pertanyaan tersebut:
Pertanyaan: Apakah berdiam di rumah setelah shalat Shubuh untuk membaca
al-Qur-an sampai matahari terbit, lalu ia melaksanakan shalat sunnah
Syuruq dua rakaat sama pahalanya dengan berdiam di masjid?
Jawaban: Ini adalah sebuah amalan yang sangat agung dan memiliki pahala
yang sangat banyak. Akan tetapi, zhahir hadits yang menyebutkan hal
tersebut mengandung makna bahwa pahalanya tidak akan didapatkan kecuali
oleh orang yang melakukannya di dalam masjid.
Akan tetapi jika seseorang melakukan shalat Shubuh di rumahnya karena
sakit atau karena takut, lalu ia duduk di tempat shalatnya untuk
berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur-an sampai matahari terbit,
setelah itu ia melaksanakan shalat sunnah Syuruq dua rakaat, maka ia
akan mendapatkan pahala sebagaimana yang diterangkan dalam hadits.
Karena dalam keadaan tersebut ia memiliki udzur sehingga melaksanakan
shalat di rumah.
Demikian pula yang dilakukan oleh seorang wanita yang duduk di tempat
shalatnya setelah melaksanakan shalat Shubuh untuk berdzikir dan membaca
al-Qur-an sampai matahari terbit, lalu ia melaksanakan shalat sunnah
dua rakaat, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan pahala yang sama
seba-gaimana yang diungkapkan dalam hadits tentangnya.
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man
Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Penerbit
Idarah Turjuman al-Islami-Pakistan, Cetakan Pertama, 1420 H - 2000 M,
Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do'aka Malaikat,
Penerjemah Beni Sarbeni]
_______
Footnote
[1]. مَا لَمْ يُحْذِثْ maknanya, selama wudhu’nya belum batal. (Mir-qaatul Mafaatiih II/408).
[2]. Al-Musnad (XVI/32 no. 8106). Syaikh Ahmad Syakir berkata, “Ini
adalah hadits yang shahih.” (Catatan pinggir ki-tab al-Musnad XVI/32).
[3]. Al-Musnad (II/292 no. 1218). Syaikh Ahmad Syakir menghasankan sanadnya, lihat catatan pinggir kitab al-Musnad (XVI/32).
[4]. Al-Musnad (II/305-306 no. 1250). Syaikh Ahmad Syakir menghasankan
sanadnya, lihat catatan pinggir kitab al-Musnad (II/305). Syaikh Syu’aib
al-Arnauth dan kawan-kawannya berkata, “Hadits ini hasan li ghairihi.
Di dalam pembahasan ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari (no. 659) dan Imam Muslim (no. 649) dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu dengan redaksi:
الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ
الَّذِي صَلَّى فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ.
“Para Malaikat akan selalu bershalawat kepada salah seorang di antara
kalian selama ia tetap berada di dalam masjid, selama wudhu’nya belum
batal. Dan para Malaikat mengucapkan: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah,
sayangilah ia.’” (Catatan pinggir kitab al-Musnad II/407-408, cet.
Mu-assasah ar-Risalah).
Syaikh Ahmad ‘Abdurrahman al-Banna berkata: “Hadits tentang bab ini
memiliki banyak sekali penguat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
al-Bukhari dan Muslim.” (Buluughul Amaani IV/53)
[5]. Al-Fat-hur Rabbani fii Tartiib Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (IV/ 52).
[6]. Buluughul Amaani (IV/53).
[7]. Buluughul Aamani (IV/53).
[8]. Maknanya, para Malaikat yang dekat, mereka adalah para tokoh dari
kalangan Malaikat yang memenuhi majelis-majelis sebagai sebuah
pengagungan, mereka disifati dengan al-A’la karena tempat mereka yang
tinggi atau karena kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Lihat kitab Tuhfatul Ahwaadzi IV/173)
[9]. Jaami’ at-Tirmidzi bab Tafsiir al-Qur-aan ‘an Rasulillah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam surat Shaad (IV/173-174 no. 3233 dengan
diringkas). Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini shahih.” (Shahiih
Sunan at-Tirmidzi II/ 98 dan Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib I/194)
[10]. Fat-hul Baari (II/136).
[11]. ‘Umdatul Qaari' (V/ 167).
almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar