Bila dibolehkan bagi orang yang membutuhkan/terjepit, apakah bagi orang yang kebutuhannya tidak terlalu mendesak boleh untuk berhutang dari bank yang bertransaksi dengan bunga/riba 15 % setiap tahun –misalnya-. Dengan demikian, ia dapat berusaha dengan modal uang hutang tersebut, dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari bunga/riba yang ditetapkan, misalnya keuntungannya sebesar 50 % setiap tahun. Dengan cara ini, berarti ia berhasil memperoleh hasil dari piutang tersebut sebesar 35 % yang merupakan sisa keuntungan dikurangi bunga yang ditetapkan, sebagaimana pada kasus yang dicontohkan, ataukah riba tetap tidak boleh dengan cara apapun?
Pertama : Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk apapun. Diharamkan atas pemberi piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga, baik yang berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Masing-masing dari keduanya menanggung dosa, bahkan keduanya dilaknati (dikutuk). Dan setiap orang yang ikut membantu keduanya, dari penulisnya, saksinya juga dilaknati. Berdasarkan keumuman ayat-ayat dan hadits-hadits shahih yang-nyata mengharamkan riba. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا
الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ . يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ البقرة:
275-
276
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan melipat-gandakan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat
kekafiran / ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. al-Baqarah: 275-276).Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذهب بالذهب والفضة بالفضة
والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل، سواء
بسواء، يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى. رواه مسلم
Sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تبيعوا الذهب بالذهب إلا
مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلا مثلا
بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا منها غائبا بناجز. رواه
البخاري ومسلم
Imam Ahmad dan al-Bukhary meriwayatkan, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذهب بالذهب والفضة بالفضة
والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل، سواء
بسواء، يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى، الآخذ والمعطي فيه سواء. رواه
مسلم
Dan telah tetap dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya ia menuturkan,
لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه، وقال: (هم سواء). رواه مسلم
Dan uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang ini kedudukannya sama dengan emas dan perak yang berfungsi sebagai alat jual beli, oleh karena itu hukumnya adalah sama dengan hukum emas dan perak. Dengan sebab itulah, hendaknya setiap orang muslim untuk mencukupkan diri dengan hal-hal yang dihalalkan dan menjauhkan dirinya dari segala yang diharamkan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan Allah sungguh telah memberikan kelapangan kepada umat Islam dalam hal pekerjaan di dunia ini guna mengais rezeki. Sehingga, bisa saja orang yang fakir bekerja sebagai tenaga kerja (kuli) atau pelaku usaha dengan menggunakan modal orang lain dengan sistem mudharabah dengan perjanjian bagi hasil, misalnya fifty-fifty atau yang semisalnya dari keuntungan, dan bukan dari modal, tidak juga dengan jumlah / nominal uang tertentu dari keuntungan. Dan barang siapa yang tidak mampu berusaha padahal ia fakir, maka halal baginya untuk meminta-minta, menerima zakat, dan juga jaminan sosial.
Kedua: Tidak boleh bagi seorang muslim, baik kaya atau fakir untuk berhutang kepada bank atau lainnya dengan bunga 5 % atau 15 % atau lebih atau kurang dari itu. Karena itu adalah riba, dan termasuk dosa besar. Dan Allah telah mencukupkan baginya dengan jalan-jalan mengais rezeki yang dihalalkan sebagaimana disebutkan di atas, baik menjadi tenaga kerja di tempat orang yang memiliki pekerjaan atau mendaftarkan diri menjadi pegawai negeri pada jabatan yang halal, atau berdagang dengan modal orang lain dengan sistem mudharabah dengan bagi hasil dalam persentase tertentu, sebagaimana dijelaskan di atas.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.”
Sumber: Majmu’ Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah 13/268-271, fatwa no. 3630
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Artikel: www.PengusahaMuslim.com
Dipublikasikan oleh: KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar