السـلام عليكم و رحمة الله وبركا ته

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه. أما بعد

Minggu, 25 Maret 2012

Mu’amalat Ribawi dan Bahayanya (Selesai)

Bahaya dan Implikasi Buruk Riba Dampak Negatif Riba Bagi Pribadi dan Masyarakat.

Syari’at islam tidak memerintahkan kepada manusia kecuali pada sesuatu yang membawa kepada kebahagian dan kemuliannya didunia dan akherat dan hanya melarang dari sesuatu yang membawa kesengsaraan dan kerugian didunia dan akherat. Demikian juga larangan riba dikarenakan memiliki implikasi buruk dan bahaya bagi manusia.


A. Sebagai bentuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda,
“Setiap umatku dijamin masuk surga kecuali yang enggan.” Para shahabat bertanya, “Siapa yang enggan masuk surga wahai Rasulullah?.” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang ta’at kepadaku pasti masuk syurga dan barangsiapa yang berbuat maksiat (tidak ta’at) kepadaku itulah orang yang enggan (masuk surga).” (HR.Al-Bukhari).
B. Ibadah haji, shadaqah dan infak dalam bentuk apapun dari harta riba tidak diterima oleh Allah kalau berasal dari hasil riba, Rasulullah bersabda dalam hadits yang shahih,
“Sesunguhnya Allah itu baik dan Dia tidak menerima kecuali dari hasil yang baik.”
C. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengabulkan doa orang yang memakan riba, Rasulullah shallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
“Ada seorang yang menengadahkan tangannya ke langit berdo’a, “Ya Rabbi,
Ya Rabbi, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan daging yang tumbuh dari hasil yang
haram, maka bagaimana mungkin do’anya dikabulkan.” (HR.Muslim)
D. Hilangnya keberkahan umur dan membuat pelakunya melarat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما أحد أكثر من الربا إلا كان عاقبة أمره إلى قلةرواه الإمام أحمد وصححه الألباني
“Tidaklah seseorang memperbanyak harta kekayaan dari hasil riba, melainkan berakibat pada kebangkrutan dan melarat.” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah dan dishohihkan al-Albani).
E. Memakan riba menjadi sebab utama su`ul khatimah, karana riba ini merupakan bentuk kezaliman yang menyengsarakan orang lain, dengan cara menghisap “darah dan keringat” pihak peminjam, itulah yang disebut rentenir atau lintah darat.
F. Pemakan riba akan bangkit di hari Kiamat kelak seperti orang gila dan kesurupan. Ayat yang menyebutkan tentang hal ini, menurut Syaikh Muhammad al-Utsaimin memiliki dua pengertian, yakni di dunia dan di hari Kiamat kelak. Beliau menjelaskan bahwa jika ayat itu mengandungi dua makna, maka
dapat diertikan dengan keduanya secara bersamaan. Yakni mereka di dunia seperti orang gila dan kesurupan serta bertingkah laku seperti orang kerasukan syaitan (tidak peduli dan mementingkan diri). Demikian pula di Akhirat mereka bangun dari kubur juga dalam keadaan seperti itu.
Sedangkan mengenai ayat, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,” maka beliau mengatakan kehancuran materi (hakiki) dan maknawi. Kehancuran materi seperti tertimpa bencana dalam hartanya sehingga habis,
Demikian juga riba berbahaya untuk masyarakat dan umat umumnya, diantaranya adalah:
1. Berbahaya bagi akhlak dan kejiwaan manusia.
Didapatkan orang yang bermuamalah ribawi adalah orang yang memiliki tabi’at bakhil, sempit, hati yang keras dan menyembah harta serta yang lain-lainnya dari sifat-sifat rendahan.
Bila melihat kepada aturan dan system riba didapatkan hal itu menyelisihi akhlak yang luhur dan menghancurkan karekteristik pembentukan masyarakat islam. System ini mencabut dari hati seseorang perasaan sayang dan rahmat terhadap saudaranya. Lihatlah kreditor (pemilik harta) senantiasa menunggu dan mencari-cari serta berharap kesusahan menimpa orang lain sehingga dapat mengambil hutang darinya. Tentunya hal ini menampakkan kekerasan, tidak adanya rasa sayang dan penyembahan terhadap harta. Hingga tampak sekali Muraabi (pemberi pinjaman ribawi) seakan-akan melepas pakaian kemanusiaannya, sikap persaudaraan dan kerja sama saling tolong menolong.
Riba tidak akan didapatkan pada seorang yang berlomba-lomba dalam kebaikan dan infaq, sedekah, berbuat baikpun tidak ada pada masyarakat ribawi. Hal ini karena pelaku ribawi (Muraabi) mencari celah kebutuhan manusia dan memakan harta mereka dengan batil. Ini merupakan dosa besar yang telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya.
Diantara dalil adalah ayat-ayat riba selalu didahului atau diikuti dengan ayat-ayat anjuran berinfak dan sedekah.
2. bahaya dalam kemasyarakatan dan sosial.
Riba memiliki implikasi buruk terhadap social kemasyarakatan, karena masyarakat yang bermuamalah dengan riba tidak akan terjadi adanya saling bantu-membantu dan seandainya adapun karena berharap sesuatu dibaliknya sehingga kalangan orang kaya akan berlawanan dan menganiaya yang tidak punya.
Kemudian dapat menumbuhkan kedengkian dan kebencian dimasing-masing individu masyarakat. Demikian juga menjadi sebab tersebarnya kejahatan dan penyakit jiwa. Hal ini disebabkan karena individu masyarakat yang bermuamalah dengan riba bermuamalah dengan system menang sendiri dan tidak membantu yang lainnya kecuali dengan imbalan keuntungan tertentu, sehingga kesulitan dan kesempitan orang lain menjadi kesempatan emas dan peluang bagi yang kaya untuk mengembangkan hartanya dan mengambil manfaat sesuai hitungannya. Tentunya ini akan memutus dan menghilangkan persaudaraan dan sifat gotong royong dan menimbulkan kebencian dan permusuhan diantara mereka.
Seorang dokter ahli penyakit dalam bernama dr. Abdulaziz Ismail dalam kitabnya berjudul Islam wa al-Thib al-Hadits (Islam dan kedokteran modern) menyatakan bahwa Riba adalah sebab dalam banyaknya penyakit jantung.[1]
Sistem riba menjadi sebab utama kehancuran negara dan bangsa.Realiti menjadi saksi bahwa negara kita kini mengalami krisis ekonomi dan keadilan yang tidak stabil karana penerapan sistem riba, ini disebabkan para petualang riba memindahkan simpanan kekayaan mereka ke negara-negara yang
memiliki ekonomi kuat untuk memperoleh bunga riba tanpa memikirkan maslahat di dalam negeri sendiri, sehingga negara kini mengalami pertumbuhan yang lembab.
Pengembangan kewangan dan ekonomi dengan sistem riba merupakan penjajahan ekonomi secara sistematik dan diselubungi oleh negara-negara pemilik modal, dengan cara pemberian pinjaman lunak. Ini akan menyebabkan hilangnya atau lenyap bangsa kita untuk menopoli ekonomi negara sendiri.
3. Bahaya terhadap perekonomian.
Krisis ekonomi yang menimpa dunia ini bersumber secara umum kepada hutang-hutang riba yang berlipat-lipat pada banyak perusahaan besar dan kecil. Lalu banyak Negara modern mengetahui hal itu sehingga mereka membatasi persentase bunga ribawi. Namun hal itu tidak menghapus bahaya riba.
Sudah dimaklumi bahwa maslahat dunia ini tidak akan teratur dan baik kecuali –setelah izin Allah- dengan perniagaan, keahlian, industri dan pengembangan harta dalam proyek-proyek umum yang bermanfaat, karena dengan demikian harta akan keluar dari pemiliknya dan berputar. Dengan berputarnya harta tersebut maka sejumlah umat ini dapat mengambil manfaat, sehingga terwujudlah kemakmuran. Padahal Muraabi duduk dan tidak melakukan usaha mengembangkan fungsi hartanya untuk kemanfaatan orang lain
Riba juga menjadi sarana colonial (penjajahan). Telah dimaklumi bahwa perang ekonomi dibangun diatas mu’amalah riba.  Cara pembuka yang efektif untuk penjajahan yang membuat runtuh banyak Negara timur adalah dengan riba. Ketika Pemerintah Negara timur berhutang dengan riba dan membuka pintu bagi para muraabi asing maka tidak lama kemudian dalam hitungan tahun tidak terasa kekayaan mereka telah berpindah dari tangan warga Negaranya ke tangan orang-orang asing tersebut, hingga ketika pemerintah tersebut sadar dan ingin melepas diri dan hartanya, maka orang-orang asing tersebut meminta campur tangan negaranya dengan nama menjaga hak dan kepentingannya. Oleh karena itu pantaslah bila Rasululloh n bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”
Melihat bahaya dan impilkasi buruk riba ini, maka sudah menjadi satu kewajiban bagi kita untuk mengetahui hakekat Riba, agar tidak terjerumus padanya.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, L.c.
Artikel www.ustadzkholid.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar