السـلام عليكم و رحمة الله وبركا ته

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه. أما بعد

Jumat, 29 Juni 2012

Bagaimana Cara Shalawat Yang Sesuai Sunnah, Dan Bolehkah Shalawat Diiringi Dengan Rebana?

Alhamdulillah, kami ingin menyampaikan, bahwa amal ibadah akan diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya ibadah. Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman, dengan ikhlas dan sesuai Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Minggu, 24 Juni 2012

Imam Wajib Meluruskan Shaf


Diwajibkan bagi seorang imam untuk tidak memulai shalat sampai ia meluruskan shaf[1] dan memerintahkan para makmum untuk meluruskan shafnya. Hal ini bisa dilakukan oleh imam itu sendiri atau imam meminta orang lain meluruskannya. Dalilnya adalah sebagai berikut: :
hadits
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dahulu mengusap
bahu-bahu kami dalam shalat (ketika akan shalat) dan menyatakan:
"Luruskan dan janganlah shaf kalian bengkok sehingga berakibat hati kalian berselisih."
(HR Muslim)

Minggu, 10 Juni 2012

Bukan Sembarang Dzikir

Dzikir merupakan salah satu ibadah yang memiliki banyak keistimewaan, di antaranya: akan mendatangkan ketenangan bagi para pelakunya. Sebagaimana ditegaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya,

“أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”.

Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. QS. Ar-Ra’du: 28.
Namun, yang kerap menjadi pertanyaan, sudahkah dzikir yang kita lantunkan mendatangkan ketenangan batin? Jika belum, barangkali dikarenakan kita baru asal berdzikir. Berikut beberapa kriteria dzikir sempurna yang diharapkan akan membuahkan ketentraman hati:1

Kamis, 07 Juni 2012

Posisi Makmum Ketika Berdiri Sendiri


fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.

Beliau pernah ditanya, “Apakah shaf itu dimulai dari sebelah kanan atau tepat di belakang imam? Apakah disyariatkan harus seimbang antara shaf sebelah kanan dengan sebelah kiri? Sebab sering dikatakan, “Seimbangkanlah shafnya” sebagaimana yang banyak diucapkan oleh para imam?”


Beliau -rahimahullah- menjawab:
 “Shaf itu dimulai dari tengah yang terdekat dengan imam, dan shaf sebelah kanan lebih utama dari pada shaf sebelah kiri, kemudian yang wajib adalah tidak dimulai shaf (baru) sehingga shaf sebelumnya terisi penuh.
Tidak mengapa orang-orang yang berada di shaf sebelah kanan lebih banyak (dari pada shaf sebelah kiri, pen), dan tidak perlu diseimbangkan. Bahkan perintah untuk menyeimbangkan antara kedua shaf tersebut adalah menyalahi sunnah.

Hanya saja tidak boleh membuat shaf kedua sebelum shaf pertama penuh, tidak pula shaf ketiga sebelum shaf kedua penuh dan demikian seterusnya untuk shaf-shaf berikutnya. Sebab ada riwayat shahih dari Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- yang memerintahkan hal ini.” [Tuhfah al-Ikhwân bi Ajwibah Muhimmah Muta'alliqah bi Arkân al-Islâm, hlm. 101, cetakan Dâr al-Khudhairi]

DUA FAEDAH PENTING

[1]. Menyeimbangkan Antara Dua Shaf

Telah ditegaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- di atas, bahwa menyeimbangkan antara shaf sebelah kanan dan kiri adalah perkara yang menyelisihi sunnah. Tentang hal ini Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman hafizhahullâh berkata dalam kitabnya al-Qoul al-Mubîn fî Akhthâ` al-Mushallîn, hlm. 222: “Di antara kesalahan sebagian para imam adalah, mereka memerintahkan para makmum untuk menyamakan shaf tatkala melihat para makmumnya menuju ke shaf sebelah kanan.”

Beliau juga bertutur, “Syaikh bin Baz -rahimahullah- berkata: Ada riwayat shahih dari Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang menunjukkan bahwa shaf sebelah kanan lebih utama dari yang sebelah kiri, dan tidak disyariatkan untuk berkata kepada orang-orang, “Seimbangkanlah shafnya”, dan tidak mengapa shaf sebelah kanan lebih banyak sebagai bentuk antusias untuk mendapatkan keutamaan.
Adapun sebuah hadits yang yang disebutkan oleh sebagian mereka,

مَنْ عَمَّرَ مَيَاسِرَ الصُّفُوْفِ فَلَهُ أَجْرَانِ

Barang siapa yang memakmurkan shaf-shaf sebelah kiri maka ia mendapatkan dua ganjaran.
Maka saya tidak mengetahui asal-usulnya [Komentar saya (Syaikh Masyhur): "Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam as-Sunan, no. 1008. al-Bushiri berkata dalam Mishbâh az-Zujâjah, jilid 1, hlm. 340: "Sanad hadits ini lemah, lantaran lemahnya Laits bin Abu Sulaim." Al-Hafizh (Ibnu Hajar, red) berkata dalam al-Fath, jilid 2, hlm. 213: "Sanadnya dikomentari (ulama)."]. Yang lebih jelas bahwa hadits tersebut adalah palsu, telah dipalsukan oleh segelintir orang malas yang tidak antusias untuk mendapatkan shaf sebelah kanan atau tidak berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan hanya Allah-lah Rabb Maha Pemberi petunjuk kepada jalan kebenaran.” [al-Fatâwâ, jilid 1, hlm. 61]

[2]. Menarik Seseorang dari Shaf Terakhir

Tidak disyariatkan bagi makmum yang berdiri sendiri di shaf terakhir untuk menarik seorang yang berada di shaf depannya, sebab hadits yang berkaitan dengan masalah ini adalah lemah.

Syaikh Masyhur berkata: “Di antara kesalahan mereka (makmum, red), apabila tidak mendapatkan celah atau tempat (kosong) pada shaf, ia langsung menarik seorang dari shaf paling akhir untuk dijadikan shaf bersamanya, padahal hadits-hadits yang menerangkan tentang hal ini tidak sah. Seolah-olah amalan ini dijadikan syariat meskipun tanpa ada dalil yang shahih. Tentu saja hal ini tidak boleh. Akan tetapi yang wajib baginya adalah bergabung bersama shaf sekiranya itu memungkinkan. Jika tidak, maka ia shalat sendiri (di belakang shaf terakhir) dan shalatnya sah, sebab Allah tidak membebani diri melebihi kemampuannya.”

Beliau melanjutkan: “Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- berkata: “Permasalahan tentang bolehnya menarik seseorang perlu dikoreksi, sebab hadits yang menerangkan hal ini adalah lemah. Juga, karena dengan menarik (seorang di depan) akan menyebabkan adanya celah pada shaf, padahal yang disyariatkan adalah menutup celah. Maka itu, yang utama adalah tidak menarik dan hendaknya mencari tempat kosong pada shaf atau berdiri di samping kanan imam. Wallâhu a’lam.” [al-Qoul al-Mubîn fî Akhthâ` al-Mushallîn, hlm. 259-260]

Syaikh Salim bin Ied al-Hilali berkata dalam kitabnya Mausū’ah al-Manâhî asy-Syar’iyyah, jilid 1, hlm. 462: “Poin ke-6; apabila seseorang masuk (masjid) dan tidak mendapatkan celah kosong pada shaf untuk ia masuki, maka ia tidak boleh menarik orang lain dari shaf (depannya), sebab hal ini malah membuka celah pada shaf, sedangkan yang disyariatkan adalah menutup kekosongan dan berbaris dengan rapat dan lurus. Adapun beberapa riwayat yang menerangkan bolehnya menarik (seseorang) dari shaf adalah tidak sah.”

Inilah penjelasan singkat seputar posisi makmum ketika berdiri sendiri dengan tambahan dua faedah pentingnya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Berkenaan dengan beberapa hadits lemah seputar anjuran untuk menarik seseorang dari shaf depan dapat pembaca nikmati para rubrik koreksi hadits, wallâhu ta’âlâ a’lam.
Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyyah Ed 50 hal. 33-34

Hukum Mengambil Gambar Kajian dengan Video

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ditanya :

Bagaimanakah hukum mengambil gambar kajian atau seminar dengan perangkat video ?

Syaikh rahimahullah menjawab :
Menurut pendapatku, tidak mengapa mengambil gambar kajian atau seminar dengan perangkat video, jika memang ada kebutuhan akan hal tersebut atau karena adanya mashlahat. Berdasarkan  alasan berikut ini :

Hukum Mengambil Gambar dengan Kamera

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata :
Risalah
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Aku menyampaikan shalawat dan salam untuk Nabi kita, Muhammad, keluarga, semua sahabatnya serta semua orang yang meneladani beliau sampai hari kiamat.

Selasa, 05 Juni 2012

7 (Tujuh) Rintangan Setan


Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ (5) إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ
لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 5-6)