السـلام عليكم و رحمة الله وبركا ته

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه. أما بعد

Selasa, 05 Juni 2012

7 (Tujuh) Rintangan Setan


Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ (5) إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ
لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 5-6)


Pada ayat di atas Allah menegaskan kepada segenap manusia bahwa janji Allah akan adanya hari kebangkitan dan pembalasan terhadap amal manusia di dunia adalah benar adanya, tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Sebuah penegasan yang mengingatkan kita semua bahwa kehidupan kita di dunia ini hanyalah sementara, hanya sebagai jalan menuju kehidupan akhirat, kehidupan yang hakiki dan abadi. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi setiap manusia untuk mempersiapkan diri mereka menyambut hari akhirat dengan bersegera memanfaatkan waktu-waktu yang ada sebagai ladang menanam amal-amal shalih untuk bekal di akhirat kelak.

Dan tatkala upaya meraih kebahagiaan akhirat itu tidak bisa tercapai kecuali dengan melewati dua buah rintangan besar; keindahan kehidupan dunia dan tipu daya setan, maka Allah pun memberikan peringatan kepada manusia agar tidak tertipu dan teperdaya dengan kehidupan dunia ataupun dengan tipu daya setan. Bahkan Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan setan sebagai musuh utamanya, karena setan benar-benar telah nyata memusuhi manusia.

Kenali Tipu Daya Musuh

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (an-Nur: 21)

Dalam ayat ini, Allah melarang kita mengikuti langkah-langkah setan. Dari sinilah kita perlu memahami apa saja langkah-langkah setan atau tipu daya setan dalam menjerumuskan umat manusia dalam kesesatan, agar kita tidak teperdaya oleh setan, melakukan sesuatu yang disenangi setan tanpa kita sadari. Maka ketahuilah bahwa langkah-langkah setan adalah segala jalan yang dia tempuh untuk menyesatkan seseorang dari jalan yang benar, atau menjauhkan seseorang dari Allah ta’ala.

Ibnul Qayyim rahimahullah telah menjelaskan dalam kitab Madarijus Salikin, tentang jalan-jalan yang ditempuh oleh setan untuk menghalangi dan merintangi manusia dari penghambaannya kepada Allah ta’ala. Jalan atau rintangan itu sebagiannya lebih berat dibanding dengan yang lainnya. Jika setan gagal dengan rintangan terbesarnya, dia akan beralih kepada rintangan yang lebih kecil di bawahnya.

Rintangan pertama,

yaitu rintangan terbesar yang menghalangi seseorang dari penghambaannya kepada Allah. Rintangan ini adalah kekafiran terhadap Allah ta’ala, agama-Nya, hari akhir, sifat-sifat kesempurnaan-Nya, dan kafir terhadap segala sesuatu yang diberitakan oleh para Rasul-Nya dari Allah ta’ala. Jika setan berhasil pada rintangan ini, maka padamlah api permusuhannya terhadap manusia, dan dia akan beristirahat darinya. Namun jika dia gagal pada rintangan ini, dia akan beralih pada rintangan kedua.

Rintangan kedua,

rintangan kebid’ahan, yaitu perkara-perkara baru dalam agama yang tidak pernah dituntunkan oleh agama ini. Kebid’ahan ini bisa berupa keyakinan yang menyelisihi kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -, dan bisa juga berupa amalan-amalan ibadah baru atau dengan tata cara baru yang tidak pernah dituntunkan oleh syariat. Rintangan ini bisa dihadapi dengan memegangi hakikat mutaba’ah (peneladanan) yang benar kepada Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Rintangan ketiga.

Jika seorang manusia melewati rintangan kedua, maka setan akan berusaha menjerumuskannya pada perbuatan dosa-dosa besar. Jika setan berhasil pada rintangan ini, maka dia akan menghias-hiasi dan memperindah dosa besar ini. Setan akan menipu daya manusia dan mengatakan; yang penting dalam keimanan adalah pembenaran saja, sedang amalan tidak akan bisa memengaruhi keimanan. Padahal Allah mengancam para pelaku dosa besar dengan berbagai siksaan, baik di dunia maupun di akhirat. Lalu jika Allah memberi taufik-Nya kepada seorang manusia sehingga dia terbebas dari dosa besar atau bertaubat darinya, maka setan akan tetap berusaha menghalanginya dengan rintangan berikutnya.

Rintangan keempat,

berupa berbagai perbuatan dosa kecil. Di sini, setan juga tetap melancarkan tipu dayanya, mengatakan bahwa engkau tidak akan mendapatkan bahaya dari dosa kecil ini selama engkau menjauhi dosa besar, dosa kecil ini akan mudah terhapus dengan amal-amal kebajikan. Dan berbagai tipu daya yang dilancarkan agar dia meremehkan dosa kecil ini sehingga terus-menerus melakukannya. Padahal, dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi lebih buruk dari pada dosa besar yang dilakukan oleh seseorang yang kemudian menyesal dan bertaubat darinya. Ketika setan gagal pada rintangan ini karena manusia yang diganggunya selalu berusaha menjaga diri dan berhati-hati, bertaubat dan istighfar, dan senantiasa mengiringi perbuatan buruk dengan kebaikan, maka setan terus berusaha dan beralih kepada rintangan berikutnya.

Rintangan kelima.

Pada rintangan ini, setan akan menggunakan perkara-perkara mubah yang pada asalnya tidak mengapa jika dilakukan. Akan tetapi setan berusaha menyibukkan manusia dengan memperbanyak perkara mubah sehingga dia lalai dari ketaatan kepada Allah, lalai dari bersungguh-sungguh dalam memperbanyak bekal menuju akhirat. Setan terus menyibukkan manusia dengan perkara mubah ini sehingga dia meninggalkan perkara yang sunah, kemudian meningkat meninggalkan perkara yang wajib, karena kesibukannya dengan perkara yang mubah pada asalnya. Seandainya seorang manusia mengetahui besarnya nilai akhirat yang tidak bisa dibandingkan dengan dunia, niscaya dia tidak akan melewatkan berbagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bahkan dia akan bersikap bakhil atas waktunya dan berusaha memanfaatkannya agar tidak berlalu tanpa keuntungan. Jika demikian keadaan seorang manusia, maka setan gagal pada rintangan ini dan beralih pada rintangan berikutnya.

Rintangan keenam.

Pada rintangan ini, setelah setan tidak berhasil membuat seorang manusia rugi dengan tidak mendapatkan pahala sama sekali, maka setan berusaha membuatnya rugi dari pahala yang sempurna. Setan akan menyibukkannya dengan amalan-amalan yang lebih rendah keutamaannya, sehingga dia meninggalkan amalan yang lebih besar keutamaan dan pahalanya, sehingga dia tidak mendapatkan pahala yang besar dan derajat yang tinggi. Dan tidak akan selamat dari rintangan ini kecuali orang-orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang amalan dan tingkatan-tingkatannya di sisi Allah, mengetahui perbedaan tingkatan dari keutamaan setiap amalan. Dan tidak akan bisa mencapainya kecuali para ulama yang diberi taufik sehingga bisa menempatkan setiap amalan pada tempatnya yang sesuai.

Rintangan ketujuh.

Jika setan tidak berhasil dengan keenam rintangan di atas, maka hanya tinggal satu cara untuk merintangi manusia. Rintangan terakhir ini berupa gangguan-gangguan yang diberikan oleh setan dan bala tentaranya baik dari kalangan jin dan manusia, baik berupa gangguan fisik, lisan maupun hati. Tidak akan ada seorang pun yang bisa lepas dari gangguan ini. Karena gangguan ini akan semakin besar dilancarkan oleh setan dan bala tentaranya ketika manusia semakin mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah. Seandainya ada yang bisa bebas dari rintangan ini, maka mereka itu adalah para nabi dan utusan Allah. Akan tetapi dengan adanya rintangan ini, seorang mukmin atau wali-wali Allah akan bisa beribadah kepada Allah dengan memerangi dan menghinakan musuh-musuh Allah. Karena tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah dibandingkan dengan penghinaan dan perendahan musuh-musuh Allah oleh wali-wali Allah. Wallahu a’lam. (***)

Sumber: Rubrik Lentera, Majalah Nikah Sakinah Vol. 11 No. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar