Syaikh bin Bâz memberikan jawaban sebagai berikut:
“Tidak
masalah dengan hal itu bila pemiliknya menyediakan keperluan
burung-burungnya, seperti makanan dan air. Karena, berdasarkan hukum
asal, diperbolehkan. Sementara itu tidak ada dalil yang menunjukkan
penentangan terhadap kaidah ini, berdasarkan atas apa yang kami ketahui.
Wallahu a’lam.” [1]
Namun yang perlu diperhatikan, kesenangan terhadap burung-burung atau lainnya dalam masalah kesenangan duniawi, jangan sampai menyibukkan diri sehingga seolah-olah manusia menjadi pelayan bagi burung-burung itu dan melalaikannya dari ketaatan dan peribadahan kepada Allâh Ta’ala.
Adapun berkaitan dengan kepemilikan hewan-hewan dan burung-burung yang sudah diawetkan sebagai hiasan di rumah atau bingkisan bagi teman, baik berasal dari hewan yang diperbolehkan untuk dipelihara atau tidak ketika masih hidup, ini merupakan hobi yang masuk ke dalam kategori menyia-nyiakan harta, menghamburkan dan pemborosan. Allâh Ta'âla melarang perbuatan boros dan menghambur-hamburkan uang. Begitu pula Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah memperingatkan dari perbuatan menyia-nyiakan harta ini, meskipun memang tidak ada unsur mudhahatu khalqillah (perbuatan meniru-niru ciptaan Allâh) yang hukumnya terlarang.
Pasalnya, keinginan untuk memiliki binatang-binatang yang diawetkan itu, bisa menjadi pemicu keinginan mendatangkan patung-patung ke dalam rumah. Selain itu, juga terdapat unsur membinasakan hewan tanpa faidah yang disyari’atkan.[2]

[1] | Fatâwa Islamiyyah (4/449). |
[2] | Lihat Fatwa Lajnah Dâ-imah, no. 4998 dan 5350. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar